12 September 2012

Sepenggal Cerita dari Gili Air dan Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat

Catatan perjalanan, Minggu 09092012
Cuaca cerah mengiringi suasana hari Minggu pagi pukul 08.00 WITA di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Saat itu suasana kehidupan kota belum begitu ramai. Hanya di beberapa wilayah saja yang sangat ramai orang yang berhilir-mudik, seperti di kawasan olahraga dan pasar tradisional. Pagi itu kami berlima mempunyai ide akan berangkat untuk rekreasi sejenak dari rutinitas sehari-hari ke Gili Air dan Gili Meno. Dua Gili ini [=Gili dalam bahasa Sasak berarti Pulau] adalah 2 diantara sekian gili yang bertebaran di sekitar Pulau Lombok. Gili yang terkenal sampai mancanegara adalah Gili Trawangan.
Mengendarai mobil keluaran produk Jepang kami, beranjak berangkat sekitar pukul 08.30 WITA. Dengan kecepatan sedang, kami melewati wilayah-wilayah perdagangan di kawasan Gunungsari. Sangat ramai orang-orang saat itu yang sedang melakukan transaksi aneka perdagangan. Sempat kami berhenti sejenak di sini untuk membeli nasi bungkus,sebagai bekal untuk sarapan. Maklum saja,kami berangkat dalam kondisi perut kosong untuk mengambil momen nuansa pagi dan ketika saat pulang nanti biar tidak terlalu sore atau bahkan masuk malam.
Usai membeli nasi bungkus,kami melanjutkan perjalanan lagi menuju pelabuhan Bangsal. Melewati jalanan beraspal halus di kawasan yang kiri-kanannya areal persawahan, ditemani pemandangan indah di kejauhan, yaitu aneka perbukitan hijau yang gagah menjulang tinggi. Menambah suasana keasrian suasana alami pemandangan yang kami lihat.
20 menit kemudian sampailah di perempatan jalan menuju arah pelabuhan Bangsal. Sesuai kami tebak, kira-kira 100 meter sebelum masuk area parkir pelabuhan, jalan yang kami tempuh dihadang penghalang agar berbelok ke arah kanan,supaya kendaraan kami parkir di tempat yang telah disediakan. Kemudian kami mengikuti arahan petunjuk dari petugas Dinas Perhubungan itu. Area parkiran yang diisi kendaraan bermotor dan cidomo tampak berjajar di tempat ini. Tak lama kemudian, datanglah petugas Dinas Perhubungan itu ke mobil kami dan mengatakan agar memarkirkan kendaraan disini dan melanjutkan ke pelabuhan dengan naik cidomo (kendaraan tradisional khas Pulau Lombok mirip dokar yang ditarik seekor kuda ,tetapi rodanya dari ban mobil) dengan tarif Rp 25.000,- (untuk 5 orang).
Jika tetap ingin ke parkir mobil di pelataran pelabuhan Bangsal, kami tetap disuruh membayar Rp 25.000,- (untuk 5 orang),sebagai pengganti biaya naik cidomo (padahal kami tidak mau naik cidomo).
Apaaa?? Rp 25.000 hanya untuk 100 meter aja??
Kami tidak bisa protes, karena orang yang mendatangi kami adalah orang dari Dinas Perhubungan sendiri.
Itupun sang petugas agak setengah memaksa kami untuk menaiki cidomo. Kebijakan parkir yang agak janggal menurut saya. Pengunjung "dipaksa" parkir di tempat yang disediakan, dan diminta untuk naik cidomo dengan tarif Rp 5000,-/orang, dengan jarak tempuh "hanya" sekitar 100 meter saja. Huuuhh...somprett!!!
Mau tidak mau akhirnya kami membayar tarif naik cidomo seharga Rp 25.000,-. Dengan menunjukkan karcis cidomo tadi dan ditunjukkan ke petugas yang ada pos area parkir, kami  melanjutkan perjalanan menuju areal parkir di pelabuhan.
Tujuan pertama adalah loket untuk membeli tiket naik perahu menuju Gili Air seharga Rp 8000,- per orang. Sehubungan tidak begitu banyaknya pengunjung yang datang ke Gili Air, maka kami menunggu cukup lama di sini sampai jumlah muatan/penumpang penuh,barulah naik ke perahu.

Gili Air (Gili Ayer)

Cuaca cukup cerah ditemani sinar mentari yang agak terik menemani kami berlayar menuju Gili Air. Gelombang air laut yang cukup tenang memberikan suasana bersahabat ketika saat perahu bergerak meninggalkan pelabuhan. Kebetulan saat itu ada banyak muatan pedagang,semisal mie instan, krupuk, aneka sayuran, dan lain-lain. Jadi cukup seru penampilan di dalam perahu, kayak toko sayuran di pasar..:)
Sekitar 25 menit perjalanan melintas laut dengan kondisi ombak yang relatif tenang, akhirnya perahu kami sampai di pelabuhan Gili Air.
Wuaaaahhhhh...lega rasanya..sampai juga akhirnya untuk pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini. Namun suasana yang ada disini agak sepi. Nampak tidak begitu banyak turis mancanegara dan bangunan. Yang tampak adalah semacam rumah-rumah penduduk yang difungsikan sebagai tempat dagangan atau dipakai sebagai penginapan. Terlihat satu-dua bangunan yang difungsikan untuk resort.
Hal pertama yang kami lakukan disini adalah duduk di tepi pantai dan sarapan pagi dengan bekal yang telah kami bawa sebelumnya ketika berangkat. Sungguh pengalaman menarik, makan di tepi pantai sambil lihat pemandangan turis mancanegara yang berjalan, melihat perahu, dan pemandangan pulau yang masih cukup bersih ini. Malah kami sempat berfoto dengan 2 orang turis mancanegara dan sempat senang ketika saya berfoto sambil membawa syal tim sepakbola favorit kota saya, Arema Indonesia.
Usai sarapan, kami sempat berjalan melintas menyusuri jalan utama di kawasan ini, namun tidak ada pemandangan yang cukup baik untuk dipandang, selain aneka tetumbuhan dan semak-semak.
Ada satu papan petunjuk yang sempat menarik perhatian kami. Di sana ditampilkan 3 buah pulau dan di salah satu pulau (bahasa Sasaknya pulau adalah "Gili") diberikan tanda panah tempat keberadaan kami. Yang ternyata bernama Gili Ayer. Bukan  Gili Air, seperti yang sering kami dengar di kawasan ini. Namun tempat ini lebih dikenal dengan sebutan Gili Air.
Tak banyak fasilitas dan pemandangan yang dilihat di Gili Air ini memunculkan niatan kami untuk segera meninggalkan pulau ini untuk menuju ke Gili Trawangan yang ramai pengunjung.
Sejatinya di Gili Air ini tidak begitu sepi-sepi amat. Saat kami tiba disini dan sarapan disini, tampak ada serombongan turis mancanegara yang berhilir-mudik dan menunggu jemputan perahu yang akan tiba di dekat dermaga Selamat Datang/Selamat Jalan.
Usai menyepakati mau ke Gili Trawangan (dan tidak jadi ke Gili Meno,seperti rencana semula) akhirnya kami pergi ke loket untuk membeli tiket naik perahu menuju ke Gili Trawangan. Dan jawaban yang tidak kami duga dari pihak penjual tiket adalah,
"Jika mau ke Gili Trawangan naik perahu publik,silahkan ditunggu sampai jam 15.00. Karena jam segitulah perahu dari Gili Air akan berlayar menuju ke sana. Jika tidak mau menunggu, bisa mencarter perahu yang saat itu juga bisa berangkat menuju ke Gili Trawangan dengan biaya Rp 250.000,-"
Apaaa??? Menunggu perahu publik sampai jam 15.00??? Tanpa ada sesuatu yang dikerjakan/dipandang??  Wuuuiiihh....

 Akhirnya kami berlima sepakat akan mencarter perahu menuju Gili Trawangan, saat itu juga. Jadilah, akhirnya kami mencarter perahu tersebut.
Hmmm....terasa istimewa. Perahu berkapasitas 30-35 orang hanya diisi 5 orang penumpang dan 2 orang kru perahu. Oke daah...kita berangkat berlayar menuju Gili Trawangan dengan 7 orang di perahu ini.
5 menit kami berlayar kami baru merasa bahwa gelombang laut terasa agak besar.Perahu mulai terombang-ambing.Mulai bergerak naik-turun, terombang-ambing ke kiri-kanan ga karuan. Ombak besar mulai menerjang tak henti-henti. Kru mesin di bagian duduk di bagian belakang, beberapa kali mematikan mesin perahu. Kru penunjuk jalan di buritan depan tak kalah sigapnya mencari sela-sela diantara riak gelombang yang semakin membesar. Perahu menjadi miring ke kiri-kanan dan ke depan-belakang setinggi 45 derajat, atau bahkan bisa jadi lebih dari itu!!
Percikan air laut yang terasa asin menjadi hal yang biasa dialami saat itu. Alhasil, mengenakan kacamata pada kondisi demikian adalah cara terbaik agar mata tidak kemasukan air laut. Kami bahkan tidak kepikiran untuk mengabadikan situasi ini dengan jepretan kamera foto ataupun kamera hape yang kami bawa. Masing-masing merasa takut, genting, grogi, saat hal perahu dalam kondisi miring.
Kedua kru  dengan tenangnya mengendalikan perahu dengan tenangnya. Sedangkan penumpang yang ada, yakni kami berlima, sangat deg-degan dengan kondisi seperti ini. Berpegangan pada tepian perahu ataupun tiang penutup perahu adalah jadi cara terbaik. Hempasan ombak yang tiada henti selama kurang lebih 30 menit sangat sangat membuat kami sport jantung. Tidak jarang kami berteriak-teriak karena kaget terkena hempasan ombak yang menerjang perahu. Ada teriakan dari salah satu kawan yang membuat kami tersenyum, meskipun kami dalam kondisi takut seperti itu :
"Kalem-kalem ae pakdeeee.....penumpang sing ndik mburi durung rabiiiii...."
(="Pelan-pelan saja pakdeeee.....penumpang yang di belakang belum menikaaaaaahhhh.....")
Memang, kami semua sebelumnya diminta kru untuk duduk di bagian belakang perahu untuk keseimbangan laju perahu. So, kami yang mendengar teriakan itu malah ketawa....hahahahahaaa...

Kedua kru perahu mungkin cuma tersenyum simpul ketika kami berteriak-teriak seperti itu. Dan kata mereka, "Ombak yang seperti ini termasuk ombak kecil mas... belum ada cerita perahu tenggelam di kawasan Gili ini..."
Ombak kecil??? Wuaaaahhh....ombak kecil ini membuat kami sport jantung ga karuan, lhaaa bagaimana kalau ada ombak besar???
Waktu sekitar tiga puluh menit telah berlalu, kami telah melewati 2 sela-sela perairan yang memisahkan Gili Air dan Gili Meno dan perairan antara Gili Meno dan Gili Trawangan. Legaaa...akhirnya, kami sampai juga di Gili Trawangan dengan selamat..

Gili Trawangan

Di Gili Trawangan ini kami tiba pukul 11.35 WITA, dan kami sepakat untuk memakai jasa kru perahu ini lagi saat kami pulang sekitar jam 14.00 WITA. Jadi, kami punya waktu sekitar 2 jam untuk jelajah Gili Trawangan yang kebetulan sedang ramai didatangi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Jalan-jalan adalah hal pertama yang kami lakukan disini, sambil melihat aneka pemandangan yang ada. Kami berjalan ke arah kanan seketika kami tiba di pelabuhan. Berjalan lurus terus, akhirnya kami melihat kawasan Taman Konservasi Penyu. Tempatnya seperti pendopo berukuran sekitar 20 m x 15 m. Terletak di tepi pantai Gili Trawangan. Ada 3 kolam yang berisikan penyu-penyu mungil di sana. Mungkin dibedakan berdasarkan usia masing-masing penyu. Karena di salah satu kolam kaca tersebut berisikan penyu berukuran lebih besar di banding penyu-penyu di kedua kolam sebelumnya. Tidak begitu banyak penyu di dalam satu kolam kaca tersebut. Kira-kira satu kolam kaca berukuran 8 m x 5 m tersebut berisikan masing-masing 30-an ekor penyu dengan diberikan air setinggi 15 cm dari dasar kolam kaca. Terlihat unik melihat banyak penyu mungil berenang disini. Namun disini ada papan pengumuman yang tidak membolehkan pengunjung untuk memberi makan ataupun memegang penyu-penyu tersebut. Jadi saya cuma memotretnya saja dari jarak dekat. Maklum...pake kamera hape...masih belum punya kamera foto sesungguhnya...:) Yang penting ada dokumentasinya.

Tak lama kemudian kami beranjak dari tempat konservasi penyu menuju salah satu kerabat salah satu dari kami. Yang jaraknya tak begitu jauh meskipun berjalan kaki, kira-kira 100 meter dari tempat kami berada ini tadi. Kami disambut seorang lelaki berperawakan sedang dan  ramah di depan sebuah gang, dan mengajaknya untuk sejenak beristirahat di penginapan miliknya. Wuaaaahhh..lega...bisa istirahat sejenak. Terutama lega untuk melepas penat dan rasa takut setelah melewati gelombang besar di perairan yang baru saja kami hadapi tadi. :)

Untuk mengisi waktu, dua diantara kami berjalan-jalan kembali ke arah tempat konservasi penyu, yang kebetulan juga untuk menemui salah satu kerabatnya yang sedang berkunjung di Gili Trawangan. Sedangkan kami bertiga (yang salah satunya kerabat pemilik penginapan ini) ikut ke bagian belakang bangunan, untuk ditunjukkan penginapannya yang lain. Beliau menawarkan kepada kami untuk beristirahat di situ, mumpung ada 2 kamar yang kosong. Kami ikuti untuk menuju tempat yang ditunjuk dengan berjalan kaki kira-kira sejauh 200 meter ke arah belakang dari bangunan penginapan yang ada di bagian depan. Dan ternyata adalah sebuah penginapan yang cukup tenang. Tak terdengar hiruk-pikuk lalu-lalang orang. Nama penginapan ini adalah Lumbung Sunrise. Ada 5 bangunan rumah. Ada yang 2 lantai ada yang 1 lantai, cukup menarik. Akhirnya kami beristirahat disini (tanpa tidur) di tempat ini sampai pukul 14.15 WITA, dimana perahu yang kami sewa tadi telah menunggu di tepi pantai.

Menempuh Gelombang Besar (lagi)

Kali ini kami berlima kembali naik perahu yang sama untuk kembali ke Pelabuhan Bangsal di Pulau Lombok. Dan tidak hanya berlima, namun sudah ada yang ikut juga 10 orang. Yang 5 orang adalah kawan kru perahu, sedangkan yang 5 lagi adalah seorang famili dari kami berlima dan kawan-kawannya.
Perahu bergerak perlahan meninggalkan Pelabuhan Gili Trawangan sekitar pukul 14.35 WITA. Perlahan namun pasti, bergerak ke arah tengah perairan. Masih tidak jauh dari pelabuhan, perahu yang kami naiki mulai terasa dipermainkan ombak. Kami, para penumpang diminta untuk duduk di bagian belakang perahu. Kru pertama, masih tetap di bagian pengendalian mesin di belakang buritan belakang. Sedang kru yang satu berada di buritan depan untuk melihat kondisi ombak sekaligus mencari jalur berlayar.
Sesuai perkiraan, saat di tengah-tengah perairan perahu kami mulai dihempas gelombang besar. Perahu oleng ke kiri-kanan, naik-turun bagian depan-belakang perahu. Sehingga spontan membuat kami berteriak-teriak. Apalagi penumpang perempuan, adalah yang paling lantang berteriak saat kondisi perahu miring ke kanan, seakan mau terbalik (alhamdulillah...nggak jadi). Bolak-balik, kru mesin mematikan mesin perahu, agar laju perahu tetap tenang ketika dipermainkan ombak.
Kami merasa, "permainan" dari ombak terhadap perahu yang kami naiki kali ini lebih besar dari ketika kami berlayar dari Gili Air ke Gili Trawangan. Angin besar, gelombang menerjang, perahu oleng ke segala arah, serasa membuat adrenalin kami naik drastis. Wuiiiiihhhh......setengah takut, setengah seru, setengah asyik, bercampur menjadi satu. . Splassssshhhh.....cipratan air laut membasahi wajah kami tak henti-henti. Luar biasa pengalaman kali ini...perahu oleng lagi ke kiri, ke kanan...benar-benar menantang..
Perjalanan normal jika ombak tenang dari Gili Trawangan ke Pelabuhan Bangsal adalah sekitar 30 menit. Kali ini perahu harus memutar mengikuti arus ombak yang cukup besar, sehingga membutuhkan waktu sampai sekitar 50 menit. Dan benar, sekitar waktu tempuh itulah akhirnya kami berhasil melewati hempasan ombak di perairan Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air. Legaaa rasanyaa.....bisa menginjakkan kaki lagi di tepi pantai..


Usai tiba di pelabuhan Bangsal, kami segera ambil kendaraan kami dan beringsut kembali pulang. Namun tidak melewati jalur keberangkatan kami tadi pagi. Tapi mengambil jalur pinggir pantai, sekaligus mencari suasana pemandangan. Pantai Nipah, Pantai Malimbu, Pantai Krandangan, Pantai Watu Bolong, Pantai Batu Layar adalah sebagian pantai-pantai yang telah kami lewati. Hanya di dekat Pantai Malimbu dan Pantai Nipah, kami berhenti untuk mengabadikan pemandangan yang sangat bagus. Latar belakang pegunungan hijau nan asri dipadu dengan pemandangan perairan biru dan langit biru...perpaduan yang menarik untuk sekedar melepas penat dari rutinitas kehidupan sehari-hari.
Kira-kira 20 menit kemudian, kami akhirnya melajukan kendaraan untuk balik lagi ke arah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat untuk pulang di tempat tinggal masing-masing. Dan suatu saat, jika memang ada waktu dan kesempatan lagi, mungkin tempat lain yang menarik juga akan kami jelajahi dan datangi lagi....semoga...
[aduystic]

30 August 2012

Eksotika Pantai Kondang Iwak, Kab. Malang

Catatan perjalanan, Kamis, 23 Agustus 2012


Pukul 07.15 WIB adalah waktu yang ditunjukkan penunjuk waktu pada handphone saya di tepi jalan raya di kawasan Singosari, Malang, Jawa Timur. Saat itu sedang menunggu seorang kawan yang tak kunjung tiba. Alhasil,setelah menunggu agak lama, saya berangkat menuju Kota Malang, menyusul seorang kawan & seorang temannya. Tidak lama setelah saya tiba di rumahnya di kawasan Kedungkandang, kami bertiga dengan mengendarai 2 sepeda motor, akhirnya berangkat menuju ke Pantai Kondang Iwak. Pantai yang tidak banyak diketahui banyak orang, yang terletak di wilayah Donomulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pukul 08.30 WIB, berbekal keberanian dan semangat ingin tahu, kami melalui jalan raya pinggiran Kota Malang ke arah selatan kota lewat kawasan Kendalpayak, diteruskan ke Kepanjen, kemudian ke arah Pagak. Adapun Kepanjen sudah masuk wilayah Kabupaten Malang. Jalanan beraspal yang mulai agak sepi dari pengendara dan pemandangan alam yang mulai nampak alami menjadi hiburan tersendiri bagi kami saat berkendara. Melewati bendungan Sengguruh di Kepanjen, yang merupakan salah satu bendungan Sungai Brantas yang ada di wilayah Malang Raya.
Usai melewati bendungan Sengguruh, kami melampaui jalanan utama tersebut lurus terus sampai menuju wilayah Kota Pagak, yang jaraknya cukup jauh juga. Hampir kira-kira 30 km dari Kota Malang. Sempat kami terhenti di suatu persimpangan di pasar Pagak, karena bingung arah menuju ke arah pantai selatan. Beruntunglah, peta yang kami bawa & papan petunjuk arah yang kami temukan memberikan jawaban yang kami inginkan. Akhirnya di pertigaan pasar Pagak, kami harus belok ke arah kanan, usai melewati papan pengumuman itu,kami mengikuti arah untuk meneruskan ke arah kiri [selatan].


Suasana pedesaan nan bersahaja mulai nampak dalam perjalanan kami sampai disini. Mulai jauh berbeda suasananya dengan apa yang ada di Kota Malang. Namun kami tidak boleh berhenti dulu, sebelum kami benar-benar menemukan lokasi Pantai Kondang Iwak.
Usai menempuh perjalanan di kawasan perdagangan Pagak, kami bergerak ke arah selatan, melewati jalan beraspal di wilayah perkampungan. Jalanan yang tidak sedikit berlubang, naik-turun, terkadang di sebelah samping jalan kami adalah tegalan, cukup membuat menambah meningkatnya adrenalin.
 
Perjalanan telah kami tempuh dari Kota Malang sampai di sini sekitar satu jam sepuluh menit. Kemudian, kami dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa jalan menuju Pantai Kondang Iwak masih belum berakhir dan harus melewati rintangan lagi,yaitu jalanan makadam yang berbatu-besar.
Menurut penduduk setempat, dari tempat kami berada sampai di tepi pantai Kondang Iwak masih sekitar 3 km lagi. Gubraaakkk!!!! Kami harus menempuh 3km dengan jalanan amburadul seperti ini??? Aaaaarrghhh...

"Oke daah...lanjutt!!"
Semangat kami langsung bangkit setelah mendengar petunjuk dari penduduk desa setempat, desa yang bernama Desa Turungrejo, masuk wilayah Kecamatan Donomulyo.
Perlahan kami mengendari motor kami satu-persatu. Saya yang memakai sepeda motor jenis bebek,harus ekstra hati-hati ketika menuruni jalanan bebatuan terjal. Gigi perseneling 1 dan 2 jadi gigi perseneling favorit saya,plus rem tangan dan rem kaki. Begitu pula sobat saya sambil membonceng kawannya yang mengendarai jenis sepeda motor "laki-laki" keluaran baru harus ekstra hati-hati.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 km, peluh mulai membasahi wajah kami, karena cuaca begitu teriknya. Di samping itu rimbun pepohonan di dalam hutan itu masih kurang membantu mendinginkan suasana perjalanan yang harus kami tempuh. Kiri-kanan kami banyak pepohanan yang tumbuh dengan subur, di depan kami jalan bebatuan selebar 4 meter-an masih terlihat belum berakhir. Kami akhirnya memutuskan berhenti sejenak untuk beristirahat.
Sekitar 10 menit kemudian, kami melanjutkan perjalanan lagi.....menempuh jalanan bebatuan nan terjal. Dan di suatu belokan, kami sempat berhenti lagi. Karena ada papan petunjuk jalan yang menunjukkan kondisi jalanan menurun curam. Benar saja...setelah saya memarkir sepeda motor saya, dan saya dekati tulisan tersebut dan menoleh ke kiri, nampak jalanan terjal menurun sekitar 45 derajat sekitar15 meter panjangnya, terus langsung belok kanan dengan posisi menurun tajam pula...!!!

Astagaaaaa.....

Ini benar-benar mbolang namanya...... mendatangi wilayah nun jauh di selatan Malang, dengan medan jalan sangat menantang. Sambil menahan napas dan berdoa dalam hati supaya tidak sampai terjatuh terjerembab. Keyakinan dan semangat kamilah yang menuntun untuk tetap melanjutkan perjalanan yang tidak begitu jauh lagi. Benar saja, setelah sekitar 15 menit berlalu, setelah melewati rimbun pepohan yang menyerupai lorong di atas jalanan makadam, nampaklah oleh kami 3 orang warga setempat yang sedang sibuk membawa rumput untuk pakan ternak. Lega rasanya bisa ketemu orang lain di tempat yang sangat sangat terpencil seperti ini. Jalan makadam menunjuk ke arah kiri dan menunjukkan pemandangan bahwa kami harus hati-hati. Karena di sebelah kiri dan kanan jalan makadam di hadapan kami sekarang adalah semacam kolam (atau mungkin aliran sungai yang mengalir ke muara yang tidak mengalir, karena musim kemarau). Jadilah pemandangan "kolam" di samping jalan makadam bertanah yang membentuk "jembatan" sepanjang 20 meter-an. Sebenarnya sungguh indah pemandangan ini...namun sayangnya kami datang di waktu siang hari, jadi momen "kolam" dengan "jembatan" nampak biasa saja..
Usai menyaksikan keindahan tempat itu kami beranjak melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini kami "disambut" lorong pepohonan di atas jalanan kami lewati. Hmmmm....terasa sejuk sekali disini,meskipun jalanan masih hancur ga karuan...:)
Setelah menempuh tak berapa lama, akhirnya kami temukan sebuah tanah lapang di depan kami. tanah berumput layaknya lapangan sepakbola, namun berukuran kecil. Dan di samping kiri di kejauhan nampak sejenis pohon beringin yang berdiri dengan gagahnya. Di bawah pohon "beringin" tadi ada 2 papan petunjuk. Papan petunjuk sebelah kiri berwarna kuning bertuliskan "100 m Area Hiburan", papan petunjuk sebelah kanan berwarna putih menunjukkan tulisan "800 m Lokasi Kondang". 
Alhamdulillaaahhhh....akhirnya kami telah sampai!!!!

Dua jam tiga puluh menit, adalah kira-kira waktu yang kami butuhkan selama perjalanan dari Kota Malang menuju lokasi Pantai Kondang Iwak ini. Cukup melelahkan di teriknya mentari siang itu..
Benar saja, dengan berbekal petunjuk itu, kami berbelok ke arah yang ditunjukkan. Di sebelah kanan jalan nampak pemandangan pantai Kondang Iwak yang masih alami. Tak terlihat sampah-sampah plastik. Yang ada sampah dedaunan atupun ranting-ranting dari pepohonan sekitar. Di sebelah kiri nampak deretan  gubuk-gubuk dari batang bambu yang nampak sudah ditinggalkan. Tak terlihat ada suasana "manusia" selain kami  bertiga. Jadilah, kami memarkir sepeda motor di jalanan bebatuan. Sambil beristirahat sejenak, kami mengambil beberapa gambar untuk kami dokumentasikan. Tak berapa lama kemudian, perjalanan dilanjutkan ke arah timur sekitar 100 meter dari tempat masuk. Di kejauhan nampak ada beberapa orang sedang bermain air di tepi pantai. Kami putuskan untuk mencari tempat berteduh untuk beristirahat dan tempat "markas" bagi barang-barang dan kendaraan.

Pemandangan alami nan eksotis terhampar di hadapan.Sungguh asyik rasanya merasakan pemandangan pantai yang relatif sepi. Perbekalan untuk dokumentasi pemandangan dari tas segera dikeluarkan, untuk mengabadikan kesempatan ini.
Pasir pantai yang berwarna hitam dan putih terpampang indah di depan mata. Deburan ombak yang besar tak henti-henti memberikan nada alami nan syahdu..
Keunikan yang nampak jelas adalah adanya sebuah batu karang/pulau di tengah-tengah pantai Kondang Iwak. Jarak "pulau" ini dengan pantai sekitar 50 meter-an.Jadi benar-benar terlihat besar dan gagah. Disamping itu, ombak besar yang menjadi ciri khas pantai ini menjadi daya tarik sendiri untuk bisa bermain-main di ujung pantai. Tapi harus hati-hati, jangan sampai terbawa arus yang cukup kuat.


          Dua jam kami berada di sini, dan selama itulah ternyata ada wisatawan lokal (nampaknya dari warga sekitar/dekat pantai) yang berkunjung pula ke sini, tapi menuju sisi pantai yang lain.
Selama itu pula kami berhasil mengeksplorasi wilayah pantai. Sebenarnya waktu itu masih teramatlah masih kurang. Karena ada keinginan mengambil sisi senja dari pantai Kondang Iwak yang ingin kami abadikan. Namun medan jalan yang sangat terjal, melewati hutan, jauh dari perkampungan menjadi pertimbangan utama untuk segera pulang sekitar pukul 14.30 WIB.

Meskipun "cuma" sekitar dua jam, pengalaman ke pantai Kondang Iwak ini menjadi pengalaman unik. Karena kami berangkat cuma 3 orang saja dengan berkendaraan 2 sepeda motor dengan medan jalan sangat menantang adrenalin.Dua jam lagi waktu yang diperlukan untuk kembali ke Kota Malang untuk kembali ke kehidupan sehari-hari.

Kami pun tak merasa jera untuk melanjutkan petualangan mbolang lagi suatu saat nanti... di tempat lain yang tentunya tak kalah bagusnya dengan yang Pantai Kondang Iwak ini... semoga...   [aduystic]

06 February 2012

Kemegahan Pondok Pesantren Salafiyah BIHAARU BAHRI' ASALI FADLAAILIR RAHMAH Turen, Kabupaten Malang

Catatan Perjalanan, Minggu, 05022012
Pondok Pesantren Salafiyah BIHAARU BAHRI' ASALI FADLAAILIR RAHMAH
Yup...itulah nama asli dari pondok pesantren yang sangat terkenal di kawasan Malang Raya ini. Pondok pesantren ini berada di wilayah Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang. Sebelumnya pernah saya bahas tentang keberadaan pondok pesantren ini di salah satu artikel saya beberapa tahun lalu. Dan kebetulan saya datang lagi ke sana untuk melihat perkembangan pembangunan dari kompleks pondok pesantren ini. Berawal dari ide salah satu teman yang ingin mengunjungi pondok pesantren ini, akhirnya saya tertarik juga. Juga mengajak beberapa kawan untuk bergabung. Jumlah total yang ikut adalah 5 orang. 3 cowok, 2 cewek. Dengan mengendarai 3 sepeda motor kami berangkat beriringan di cuaca yang cukup cerah dengan hiasan terik matahari yang mulai menyengat. Perjalanan sekitar 45 menit dari pinggiran kota Malang, tepatnya di kawasan GOR Ken Arok Malang. Sesampai di lokasi pondok, sudah banyak para penguunjung luar kota yang tiba di tempat ini. Kebanyakan naik bus-bus pariwisata yang berplat nomor luar kota. Semisal dari Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, dan lain-lain. Usai memarkir kendaraan, kami segera bergegas ke pos pintu masuk lokasi. Sama dengan kunjungan saya sebelumnya, disini kami diminta mengisi form isian Nama ketua rombongan, berapa jumlah rombongan, asal rombongan. Setelah itu kami baru bisa memasuki kompleks ponpes. 
Usai kesepakatan, akhirnya kami akan meminta bantuan pemandu dari pihak pengelola ponpes yang berada di bagian Informasi untuk memandu kami menjelajah gedung. Anwar, begitulah nama dari pemandu kami. Dia bercerita bahwa kompleks ini masih dalam tahap perbaikan terus-menerus, sedikit demi sedikit, hingga selesai. Menurutnya, pembuatan kompleks ini sudah dilakukan sejak tahun sekitar 1987. Dan lebih diintensifkan sekitar tahun 1999-an. Sehingga di tahun 1999an tersebut, sempat berkembang kabar bahwa ada bangunan yang sangat bagus di wilayah perkampungan. Sehingga penggunaan istilah "Masjid Jin" di media massa lokal membuat nama ponpes ini sangat terkenal. Dan semakin menambah daya tarik untuk mengunjunginya. Apalagi bentuk dan arsitektur yang diterapkan di kompleks bangunan ini benar-benar tidak umum. Ada perpaduan seni arsitektur dari Arab, China, Persia. Juga aneka pahatan di dinding, pilar-pilar, pagar, bahkan langit-langit pun tak luput dari hiasan yang sangat mengagumkan ini.
Sampai saat ini, bangunan 11 lantai tersebut masih belum selesai. Itu nampak dari beberapa pekerja setempat yang sedang giat memperbaiki bagian-bagian gedung yang harus dibenahi. Dan menurut mas Anwar pula, secara keseluruhan, tahap pengerjaan pembangunan kompleks gedung ini masih berkisar 40%. Jadi......wowww...masih sangat lama untuk menyaksikan jika sudah benar-benar sudah jadi.
Lantai 1, lantai 2, lantai 3, pun telah kami jelajahi bersama mas Anwar. Sempat ada beberapa lokasi yang menurut kami menarik, kami abadikan dalam jepretan kamera foto yang kami bawa. Kebetulan mas Anwar juga tidak keberatan menjelaskan beberapa bagian ruang yang tampak di hadapan kami. Semisal ruang santai yang ada meja/kursi tamu yang dindingnya berhiaskan ukiran-ukiran kaligrafi, ruang aula, bahkan sebuah ruang (yang kami kira adalah ruang aula) ternyata adalah ruang istirahat pun juga disebutkan. Dimana ruang tersebut hanya berupa lantai beralaskan karpet saja. Tidak ada tempat tidur! Wow... Berlanjut ke lantai berikutnya...yakni lantai 5. Di sini sempat kami temukan lift yang digunakan oleh para pengunjung lain yang akan menaiki/menuruni bagian-bagian tiap lantai. Tiap-tiap lantai telah terhubung dengan lift yang bisa digunakan sewaktu-waktu. Tapi tidak semua lantai bisa digunakan lift. Karena di lantai 10 dan 11 yang merupakan bagian teratas gedung ini, tidak digunakan lift lagi. Tidak berbeda dengan kedatangan saya beberapa tahun sebelumnya, bahwa penempatan barang-barang maupun meubel-meubel di beberapa ruang masih seperti yang dulu. Yang berbeda adalah perbaikan dekorasi ruangan yang semakin bagus. Sayangnya kamera yang saya bawa tidak cukup kemampuannya memotret di dalam ruangan yang beberapa diantaranya tampak agak remang-remang. Jadi,memasuki bangunan inilah adalah suatu cara menyaksikan keindahan dan kemegahan yang beraneka ragam dari bangunan pondok pesantren ini. Oh..ya...hampir lupa. Untuk memasuki areal pondok pesantren ini tidak dikenakan biaya sama sekali.Karena ini adalah juga tempat ibadah (di bagian tertentu gedung ini juga terdapat masjid). Juga, menurut penjelasan mas Anwar selaku pemandu kami, tidak menutup pintu bagi umat beragama lain untuk memasuki kawasan ponpes ini. Hanya saja, harus mematuhi aturan-aturan yang telah terpampang di dekat pintu masuk. Antara lain, harus berpakaian bertingkah-laku sopan, melepas alas kaki ketika memasuki ruang-ruang, tidak berbuat gaduh, dan lain-lain. Untuk yang muslim (bagi yang wanita) diharapkan memakai pakaian tertutup. Lebih baik lagi memakai kerudung. Untuk yang laki-laki, cukup memakai pakaian yang sopan. 
Di salah satu bagian lain gedung ini, terdapat suatu keunikan. Ada perkebunan yang berada di sebelah atap! Yup... areal perkebunan layaknya yang terdapat di kebun-kebun yang terletak di permukaan tanah. Mengagumkan sekali penataan dan arsitektur ponpes ini. Berikut saya tampilkan beberapa foto hasil jepretan saya tentang keindahan pondok pesantren ini. Foto pertama yang tampak di atas adalah gapura pintu masuk pondok pesantren ini Foto kedua adalah salah satu bagian gedung di lantai atas, yang difungsikan sebagai tempat untuk shalat Ied ketika Idul Fitri dan Idul Adha. Juga tempat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pernikahan massal yang dilangsungkan tiap tahun satu kali. Foto ketiga adalah tempat bersantai yang terletak di luar gedung. Dan disini, tempat untuk pria dan wanita diberi batas. Jadi tidak boleh bercampur. 





Foto 2 menara kembar ini terdapat di atap ponpes. Yang sebagian masih dalam tahap renovasi. Dibentuk seperti layaknya daerah pegunungan, tampak didisain sedemikian rupa terdapat bentuk batu buatan dan beberapa tanaman hias yang terdapat di puncak gedung. 














Sedangkan gambar bangunan dengan 2 menara kembar ini adalah masjid yang terdapat di luar gedung utama pondok pesantren. Disinilah saya dan kawan-kawan sempat melaksanakan shalat Dzuhur, sambil melihat suasana keasrian alam sekitar yang tampak elok dan segar. Dan di tempat inilah momen paling bersejarah bagi saya...karena baru kali ini saya bisa memotret cahaya matahari yang tampak lurus di antara sela-sela dedaunan pepohonan... Alhamdulillah... 





Foto yang terakhir adalah foto sisi lain dari pintu masuk pondok pesantren. Beberapa garis yang melintang itu tidak tahu sebabnya...kok muncul terus.Padahal sudah saya upload bolak-balik kok tetap muncul..hiks...:( Itulah sebagian hasil penjelajahan saya di kawasan Pondok Pesantren Salafiyah BIHAARU BAHRI' ASALI FADLAAILIR RAHMAH yang terdapat di Turen, Kabupaten Malang. Semoga di lain kesempatan, saya bisa menjelajah tempat lain lagi yang tidak kalah bagus dan indah seperti tempat ini...

15 January 2012

Eksotika Pantai Bajulmati & Pantai Goa China, Kabupaten Malang

Catatan Mbolang 15012012 Minggu pagi yang mendung di kawasan Kota Malang menemani kami untuk berangkat untuk menjelajah pantai di kawasan Malang Selatan. Dari sekian banyak kawan yang dihubungi di hari-hari sebelumnya untuk mengikuti kegiatan ini, ternyata yang bisa mengikuti jelajah pantai hanya 5 orang kawan saja. Jadi kami berenam, 2 cewek, 4 cowok. Pukul 08.00 waktu Malang, kami dengan mengendarai 3 sepeda motor berangkat dari Malang menembus mendung yang menghadang. Jalan lika-liku mulai kami rasakan di wilayah Dampit [Kabupaten Malang], seiring dengan posisi geografisnya yang mulai menurun. Jadi kami harus berhati-hati ketika berkendara dengan sepeda motor. Jalanan yang sedikit licin karena habis diguyur hujan nampak meninggalkan jejak berupa genangan air dimana-mana. Namun tak menyurutkan kami untuk menuju ke arah pantai yang akan kami tuju. 
Rimbun dedaunan di pepohanan maupun semak belukar dan bukit yang menjulang turut menyapa kami ketika melewatinya. Perjalanan yang kami tempuh cukup menantang dengan sudut kemiringan jalan yang sangat menanjak, juga jalanan yang sangat menurun curam, serta berlika-liku tiada henti. Benar-benar perjalanan yang sangat menantang dan menguji nyali serta menguji kemampuan sepeda motor yang kami kendarai. Namun itu semua didukung dengan jalanan beraspal yang kondisinya cukup baik. Sehingga kami bisa menikmati suasana alam, meskipun dalam cuaca mendung. Selama hampir 1,5 jam perjalanan harus kami tempuh dengan konsentrasi penuh, karena terjalnya medan perjalanan. Pukul 10.30 Barulah kami tiba di suatu jalan beraspal bagus. Kami pun mengikutinya dengan hati senang karenanya. Dan berlanjut kemudian, kami temukan sebuah bentuk "hiasan" pada suatu jembatan penghubung menuju ke arah Pantai Bajulmati,Kab. Malang. Berbentuk unik setengah lingkaran, dengan beberapa tonggak yang menyangganya. Sangat unik sekali.. Sejenak kami beristirahat untuk melepas penat kelelahan selama perjalanan tadi, kemudian perjalana kami lanjutkan ke kawasan Pantai Bajulmati. Di sini kami masuk dengan membayar karcis seharga Rp 10.000,00 per orang [termasuk biaya parkir kendaraan]. 
Suasana saat itu sedang cukup ramai pengunjung. Hanya sayangnya,tempat berteduhnya cukup jauh. Jadi yang nampak adalah suasana kering yang sangat panas. Ada beberapa anak dan orang dewasa yang bermain dengan deburan ombak yang menghempas keras. Padahal di kawasan itu sudah ada peringatan untuk dilarang bermain di tepian. Mengingat ombak di pantai Bajulmati sangat besar... Inilah beberapa gambar sudut pantai Bajulmati yang memiliki ombak besar. 




Selang beberapa waktu kemudian,setelah kami puas berkeliling dan ber-hunting foto, kami lanjutkan perjalanan kami menuju pantai Goa China, yang letaknya berdekatan dengan dengan Pantai Bajulmati ini. Ketika melewati papan nama menuju pantai Goa China, kami temukan jalan bebatuan cadas yang menyapa kami. Kamipun berkendara dengan sangat hati-hati. Karena terjalnya jalanan bebatuan yang sewaktu-waktu bisa menghempaskan kami jika tidak hati-hati. Jalanan bebatuan ini kami tempuh dengan jarak sekitar 2 km dari jalan beraspal tadi. Di perjalanan ini kami temukan kawasan masyarakat pedesaan yang hidup dengan kebersahajaan. Seolah tiada tahu akan bisingnya dan ribetnya kehidupan kota. Selanjutnya di depan kami ada portal yang menghadang kami. Yang ternyata adalah penjaga pantai. Kami membayar uang tiket seharga Rp 2500,00 per orang kemudian melewati portal penjagaan. Dan tidak begitu jauh kemudian kami dihadang portal lagi. Kali ini adalah portal untuk memasuki kawasan parkir sepeda motor, dan diberi karcis seharga Rp 3000,oo. Uniknya, penjaga parkir tersebut mempunyai perawakan besar dan kekar serta berambut gondrong. Sehingga tampak kesan sangar dan ganas. Namun ketika kami melewati pos penjagaan parkir tersebut, tampak terdengar lagu melow yang mendayu-dayu dari band lokal Indonesia yang berbunyi di handphone-nya yang terletak di meja pos. Di kejauhan, kami pun tertawa....nggak cocok blass!!! Badan kekar sangar, lagu mendayu2-dayu....hahahaa... 
Akhirnya kami pun menikmati suasana pantai yang ramai pengunjung. Sambil ber-hunting foto ria tentunya... Suasana ramai pengunjung di waktu liburan ini membuat kami bisa lebih mencuci mata. Selain refreshing dari rutinitas dari aktivitas sehari-hari. Dan inilah beberapa foto di kawasan Pantai Goa China. 



































Dan inilah kami semua yang berjumlah 6 orang yang datang jauh-jauh dari Malang yang berjarak sekitar 80 km menuju kedua pantai ini, yakni Pantai Bajulmati dan Pantai Goa China yang keduanya berada di wilayah Kabupaten Malang. Semoga di waktu mendatang, kami bisa menjelajah tempat lain lagi...