08 April 2023

Ragam Pernik Mutiara Lombok

Daftar Pernik-pernik Mutiara khas Pulau Lombok yang Bisa Dipesan 
(Medio 08/04/2023 - 14/04/2023)
[Selama Persediaan Masih Ada]



 
Penampang cincin berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar. Harga Rp 110.000,-


Penampang cincin berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar. Harga Rp 110.000,-


Ragam masing-masing penampang cincin dalam kotak ini berbahan rhadium, (dan jika sudah terpasang mutiara air tawar). Harga Rp 110.000,-. Untuk jenis mutiaranya, bisa disesuaikan dengan keinginan. Ragam warna mutiara air laut: putih, peach, hitam, gold.
Jika dipasang menggunakan mutiara air laut, harga disesuaikan lagi.

Ragam masing-masing penampang cincin dalam kotak ini berbahan rhadium, (dan jika sudah terpasang mutiara air tawar). Harga Rp 110.000,- Untuk cincin yang berada di kanan bawah, masih belum terpasang mutiaranya.


Tampilan koleksi penampang cincin diperjelas

Ragam masing-masing penampang gelang dalam kotak ini berbahan rhadium, (dan jika sudah terpasang mutiara air tawar). Harga Rp 250.000,-. Untuk jenis mutiaranya, bisa disesuaikan dengan keinginan. Ragam warna mutiara air laut: putih, peach, hitam, gold.
Jika dipasang menggunakan mutiara air laut, harga disesuaikan lagi.

Ragam masing-masing penampang gelang dalam kotak ini berbahan rhadium, (dan jika sudah terpasang mutiara air tawar). Harga Rp 325.000,-. Untuk jenis mutiaranya, bisa disesuaikan dengan keinginan. Ragam warna mutiara air laut: putih, peach, hitam, gold.
Jika dipasang menggunakan mutiara air laut, harga disesuaikan lagi.

Penampang gelang berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar warna gold. 
Harga Rp 175.000,-

Penampang gelang berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar warna peach. 
Harga Rp 175.000,-

Penampang gelang berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar warna peach. 
Harga Rp 175.000,-

Penampang gelang berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar warna putih. 
Harga Rp 175.000,-

Penampang gelang berbahan rhadium, menggunakan mutiara air tawar warna peach. 
Harga Rp 175.000,-

 

Gelang menggunakan mutiara air tawar ini (yang bertanda bulatan merah), masing-masing Rp 135.000,-. Sedangkan yang lain Rp 100.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar perpaduan warna putih dan perak/silver. Harga Rp 100.000,-

Gelang rantai menggunakan mutiara air tawar warna hitam.
Harga Rp 135.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar warna putih.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan mutiara air tawar warna putih.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar warna perak/silver.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar warna putih.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan mutiara air tawar warna peach.
Harga Rp 135.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar warna perak/silver.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar warna putih.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan penampang rhadium dan menggunakan mutiara air tawar warna putih.
Harga Rp 100.000,-

Gelang menggunakan mutiara air tawar warna hitam.
Harga Rp 100.000,-

Konektor hijab berpenampang rhadium, menggunakan mutiara air tawar.
Masing-masing berharga Rp 150.000,-

Aneka gelang berpenampang rhadium, menggunakan mutiara air tawar.
Masing-masing berharga Rp 185.000,-

Bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 85.000,-

Bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 85.000,-

Bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Masing-masing dengan harga 35.000,-/satuan

Bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-

Ragam bros berpenampang dari bahan stainless, menggunakan mutiara air tawar putih.
Harga 35.000,-










02 September 2020

Secuil Kisah Mudik yang Makjleb Via Jalur Penerbangan di Masa Pandemi Covid-19

02 September 2020

Yup, sekian lama saya tidak menulis di blog ini. Karena berbagai hal yang berkaitan dengan aneka kesibukan, mood menulis, ide, maupun hal-hal lainnya. Akhirnya bisa juga menulis lagi disini. Rasanya??? Wuaaahhh... plong!! Serasa ada yang baru saja yang hadir disini... Uhuk! Yang paling tidak, memotivasi untuk bisa menulis lagi.

Flashback sejenak, ide (ato lebih tepatnya, mood/semangat baru) menulis (lagi) ini sebenarnya sudah hampir 2 bulan lalu sebenarnya. Setelah sekian lama sudah mulai bisa meredakan suasana yang terjadi, dan bagaimanapun "life must go on". Dan...secara perlahan, akan saya coba menulis satu-persatu tentang apa saja, yang ada di sekitar saya, yang siapa tahu bisa menginspirasi siapa saja untuk lebih baik dalam berbuat maupun bertindak...

Dimulai dari tulisan sekarang ini. 

Dari sekian perjalanan penerbangan yang pernah saya lakukan, yang umumnya adalah perjalan mudik lebaran dan perjalanan balik lebaran (dari Bandara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat menuju Bandara Internasional Juanda, Jawa Timur. Maupun arah sebaliknya). Kali ini adalah perjalanan penerbangan yang bagi saya, penuh rasa emosional, tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya mengikuti prosedur yang berlaku. Bagaimana tidak? Sejak sekitar bulan Maret 2020, di wilayah Indonesia telah diberlakukan pembatasan untuk penerbangan, bahkan tidak sedikit maskapai-maskapai meng-grounded-kan pesawat-pesawat mereka akibat dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia, khususnya Indonesia. Alhasil, 3 bulan berselang lalu-lintas penerbangan hanya diberlakukan untuk hal-hal yang bersifat urgent/sangat penting. Kalaupun mau mengikuti penerbangan, harus mengikuti prosedur yang cukup susah. Susah karena alur kesehatan yang harus dijalankan, waktu menunggu hasil tes kesehatan, belum lagi biaya tambahan, dan sebagainya. Susah sekali gaes!! Benar-benar ujian nyata kehidupan, yang mungkin selama ini hanya ada dalam skenario film-film Barat...

Langsung saja. Begini, tepat tanggal 13 Juli 2020, sekitar jam 19.45 WITA, saya mendapat kabar duka dari keluarga di Malang (Jawa Timur). Berita yang sungguh mengagetkan, mengejutkan, menyesakkan dada, menyedihkan, & serasa campur-campur. Yakni, telah berpulangnya ayahanda ke rahmatullah. Dan saya serasa tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Hanya bisa berdoa dari jauh, dan harapan untuk pulang secepatnya? Hal yang mustahil!! :( Karena pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia. 

Fokus untuk tulisan kali ini bukan tentang suasana duka saya dan keluarga, namun catatan perjalanan mulai persiapan perjalanan menuju Malang, Jawa Timur dari Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Lanjut lagi...

Usai saya menerima kabar duka dari rumah Malang, saya melaporkan situasi yang terjadi ke tempat saya bekerja juga ke beberapa sahabat. Karena situasi yang terjadi saat itu untuk penerbangan adalah para penumpang diharuskan mengikuti serangkaian prosedur "rapid test Covid-19" di rumah sakit/puskesmas/klinik/laboratorium kesehatan yang mengadakan tes tersebut. Beberapa hal tentang informasi penerbangan langsung saya cari malam itu juga. Yang antara lain adalah para penumpang wajib datang 2 jam sebelum jam penerbangan, penumpang wajib membawa surat hasil rapid test Covid-19 dan surat keterangan dokter, penumpang wajib dalam kondisi badan yang benar-benar sehat, dan lain sebagainya.



Sehubungan dengan itu, beberapa skenario yang bisa saya ambil malam itu sebelum berangkat pulang ke Malang adalah:

1. Usai melaksanakan rapid test Covid-19 pagi, dan hasilnya bisa keluar secepatnya, saya pulang pada penerbangan siang (karena jadwal penerbangan sore tidak ada, kalaupun ada, termasuk penerbangan kategori bertarif tinggi)

2. Usai melaksanakan rapid test Covid-19 pagi, dan hasilnya lebih dari jam 10 pagi, saya pulang pada penerbangan keesokan harinya (Rabu, 15/07/2020).

Fix! 2 skenario rencana sudah tersusun, tinggal persiapan dan "packing".

Info dari sahabat malam itu, klinik kesehatan yang dekat dengan tempat tinggal saya di Mataram saat itu sudah tutup. Baru besok paginya jam 8 sudah buka kembali. Namun, ada kabar bahwa sebelum buka klinik tersebut, orang-orang yang akan mengikuti serangkaian "rapid test Covid-19" untuk mengambil nomor antrian terlebih dahulu. Setelah berdiskusi dengan para sahabat, ditentukanlah bahwa saya harus datang pagi. 

14 Juli 2020, jam 07.15 WITA saya sudah datang di Laboratorium Hepatika Mataram, lokasi rapid test Covid-19 yang paling dekat dengan tempat tinggal saya di Mataram. Begitu masuk halaman gedung bercat putih tersebut, masih terlihat petugas kebersihan sedang menyapu halaman, dan saya lihat suasana yang sedikit orang yang tampak di sekitaran situ. Nampaknya akan rapid test Covid-19 juga. Batin saya mengatakan, "Orangnya sedikit yang terlihat, yang duduk di tempat menunggu sekitaran 6 orang, mudah-mudahan dapat nomor antrian awal..."

Saya melangkah demi selangkah menuju meja tempat nomor antrian berada. Setelah memberitahu keperluan kepada petugas, saya disodori kartu kecil bertuliskan nomor antrian. Berapa coba nomor antrian yang saya dapat??? Nomor-nomor awalkah? Tepat!!!! Nomor 125!!! Tepatnya... nomor LEBIH AWAL dari nomor urut 250, yang merupakan batas jumlah rapid test Covid-19 di tempat ini. :)) 

Jam 07.30 WITA, usai mendapat nomor urut antrian, adalah melangkahkan kaki ke area kursi dibawah tenda, merupakan area tunggu yang berada di sisi halaman parkir kendaraan, dan berjarak tak jauh dari meja pengambilan nomor antrian. 

Selama 2 jam dihabiskan untuk menunggu dan mengobrol...

Jam 09.30 WITA, panggilan nomor antrian 100an dimulai. Artinya, saya harus bersiap-siap untuk dipanggil ke ruang periksa.

Benar saja, tak lama kemudian nomor antrian saya, yakni 125, dipanggil sang petugas. Saya bergegas masuk gedung berdinding putih ini. Dan langsung mengikuti antrian lagi untuk keperluan administrasi. Tepatnya, ada 2 pilihan surat hasil tes yang akan dipilih, hasil rapid test Covid-19 plus surat keterangan dokter, atau hasil rapid test-19 saja. Tiap pilihan ini ada harga masing-masingnya. Pilihan pertama berbiaya Rp 125.000,- sedangkan pilihan kedua berbiaya Rp 95.000,-.

Sehubungan dengan tidak ingin adanya hal-hal di luar kemampuan saya, pilihan pertama saya ambil, untuk keperluan persyaratan penerbangan.

Sekitar 5 menit menunggu, panggilan nomor antrian saya muncul, dan saya diminta memasuki ruang periksa yang ada di sisi kanan saya. Untuk diketahui, di laboratorium ini ada 2 ruang periksa untuk pelaksanaan rapid test Covid-19. Dalam ruang periksa yang berukuran sekitar 5m x 6m itu juga hadir sekitar 5 orang yang akan mengikuti, rapid test Covid-19 seperti saya. Tatkala giliran hadir, saya diminta memposisikan lengan saya diletakkan di meja kayu dalam kondisi lemas. Kemudian sang petugas mengambil sampel darah saya dari posisi siku lengan kanan bagian dalam dengan menggunakan alat suntik yang berukuran kecil. Mungkin sekitar 10 cc yang diambil dalam alat suntik itu. Kurang tahu juga tepatnya berapa cc kapasitas alat suntik itu. Pokoknya ukurannya kecil... 

Usai pengambilan sampel darah, saya tanyakan ke petugas tentang hasil tes kapan bisa diambil. Jawab petugas,"Jam 5 sore bisa diambil di sini, mas..."

Fix!! Artinya saya baru bisa pulang ke Malang pada keesokan hari...

Pada masa menunggu pada siang itu hingga menjelang jam 5 sore, adalah masa-masa yang bisa dikatakan bikin jantung berdebar. Bagaimana tidak? Jika hasil tes "Negatif" artinya saya bisa pulang besok. Jika hasilnya "Positif" saya tidak bisa pulang, dan harus mengkarantina mandiri selama 14 hari. 

Jedueeeerrrr!!! "deg... deg... deg... plas...". 

Rasa "deg...deg...deg"-nya itu ibaratnya seperti kata orang-orang, kira-kira seperti saat-saat akan menghadapi calon mertua ketika akan menanyakan puterinya. Dag...dig...dug... dag... dig... dug... (Uhuuukkk... uhuukk...) >.<

Jam 15.15 WITA, kembali mendatangi laboratorium Hepatika Mataram, bersamaan dengan hujan deras yang melanda kota. Ketika memarkir kendaraan, tampak sekitar 7 orang yang berada di teras gedung dan di meja administrasi untuk mengambil hasil tes dalam rupa satu amplop. Begitu saya mendapatkan hasil tes dan saya buka amplopnya... perlahan-lahan. Alon-alon asal kelakon istilah dalam orang Jawa...

Ada 3 benda dalam amplop tersebut, yaitu 1 lembar surat keterangan hasil rapid test Covid-19, 1 lembar surat keterangan dokter, 1 sampel hasil tes dalam bentuk benda kotak berukuran sekitar 5 cm. Pada keterangan hasil rapid test tersebut dinyatakan "Negatif". Wuiii.... alhamdulillah... artinya besok bisa pulang pada jadwal penerbangan siang jam 12.20 WITA. Di sana juga tertera bahwa masa berlaku surat ini selama 14 hari, terhitung mulai saya menerima hasil tes tersebut. Artinya, jika surat ini dipergunakan untuk keperluan penerbangan, maka bisa digunakan untuk keperluan penerbangan selanjutnya selama masih dalam masa 14 hari tersebut. Jika lebih dari 14 hari, maka dia wajib untuk melaksanakan rapid test Covid-19 di tempat dia berada saat itu. Huuuhhh...mengandung tewur tenan yooh, sam?? Beginilah yang terjadi saat ini... 

15 Juli 2020, jam 10.30, saya sudah berada di depan pintu masuk Bandara Internasional Lombok (BIL). Nuansa penerapan protokol kesehatan Covid-19 sangat terasa. Di depan pintu masuk, ada 3 wastafel untuk keperluan cuci tangan para calon penumpang. Usai mencuci tangan, saya melangkahkan kaki ke pintu masuk, dan oleh petugas yang memakai kaos tangan dan ber-faceshield saya "ditodong" pake thermogun, prosedur pertama berhasil lewat. Selanjutnya saya melangkahkan kaki sekitar 15 langkah kaki ke deretan 3 meja di sebelah kanan. Kali ini pemeriksaan dokumen bebas rapid test Covid-19. Di sini saya serahkan 1 amplop lengkap berupa berkas 2 surat dan 1 sampel dari laboratorium tempat saya rapid test. Ternyata... di Acc gaes!! Kemudian distempel bertuliskan "Valid", saya beranjak melangkahkan kaki ke dalam lagi, tepatnya bagian "Boarding Pass", untuk melanjutkan administrasi tiket dan bagasi saya. Di tempat ini, boleh dikatakan sepi sekali. Sebenarnya ada 2 deret tempat petugas untuk meladeni beberapa jadwal penerbangan maskapai-maskapai yang ada. Namun pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, hingga bidang penerbangan, memaksa hanya sekitar 5 loket yang melayani pengecekan tiket saat itu. Biasanya kita menunjukkan e-tiket dan KTP asli pada saat "boarding pass", kali ini saya juga mendapat 1 lembar berwarna kuning berupa form isian tentang kondisi kesehatan selama 14 hari terakhir, tujuan penerbangan, maskapai, kursi nomor berapa, alamat asal, alamat yang dituju, dan lain-lain, dan itu semua poin-poin yang wajib diisi dan akan diserahkan di bandara tujuan (bandara tujuan saya Bandara Internasional Juanda). 1 lembar kuning ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam 2 bahasa. Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Pertanyaan-pertanyaan itu pun sama, antara sisi kiri dan sisi kanan, hanya berbeda bahasa saja.

Eh...hampir lupa. Pada saat menunggu jadwal penerbangan dimulai, para penumpang dipersilahkan untuk menunggu di ruang tunggu yang telah disediakan bandara. Sudah saya perkirakan sebelumnya, saat saya melangkah ke ruang tunggu yang cukup luas ini, pada bagian-bagian tertentu di kursi gandeng deret 5 tersebut terdapat 2 tanda silang yang selang-seling diantara kursi-kursi tersebut. Artinya, setiap penumpang tidak bisa duduk berdampingan langsung. Jadi ada jarak 1 kursi kosong (yang bertanda silang berwarna orens, tidak boleh diduduki) baru kursi sebelahnya boleh diduduki. Begitu seterusnya.

Dalam penerbangan kali ini saya memakai jasa penerbangan dari maskapai Citilink. Di dalam pesawat terdiri dari 2 berjajar ke belakang dengan masing-masing baris terdiri dari 3 kursi. Di sini, kursi bagian tengah tidak diperkenankan untuk diduduki. Untuk alasan protokol kesehatan (sosial distancing). Alhasil, dengan hal demikian jumlah penumpang yang bisa dibawa dalam 1 pesawat jauh berkurang dari seluruh kapasitas penuh yang ada. Saya mendapat kursi di urutan 27 D. Bagian belakang gaes....

Penerbangan dimulai... hening... sunyi... senyap...

Hanya suara mesin pesawat yang terasa. Sesekali pesawat tarasa terayun-ayun mengikuti pola angin yang menerpa. Everything is okay... it's normal...

Waktu tempuh penerbangan di udara dari BIL menuju Bandara Juanda tepat 1 jam. 

Usai mendarat, dan mengambil bagasi di bandara Juanda, sebelum menuju pintu ke luar, ada meja petugas yang mengambil form kertas kuning yang saya terima dari bagian "boarding pass" di BIL. Ternyata lembar kuning tersebut disobek di bagian tengah. Bagian yang berbahasa Indonesia diambil petugas, sedangkan yang berbahasa Inggris diserahkan kembali ke penumpang. Eaaaaaaalaaaa.... cuma gitu aja toh....

Kemudian usai antri mengambil bagasi, saya melangkahkan kaki ke pintu ke luar, untuk segera menunggu panggilan travel yang mengantar perjalanan pulang ke Malang...

=====================

25 Juli 2020

Ini adalah waktu saya balik kembali ke Mataram, setelah usai melaksanakan tugas-tugas yang ada di rumah Malang. Sebenarnya masa berlaku surat rapid test Covid-19 saya selama 14 hari adalah berakhir tanggal 27 Juli. Namun untuk memberikan kesempatan beristirahat dan persiapan untuk kembali kerja di Mataram, saya majukan lebih awal. Bertepatan besok adalah hari Minggu, cukup waktu untuk beristirahat sejenak...

Kali ini perjalanan menantang telah dimulai sejak pukul 02.00 WIB. Saat saya masih tidur, ditelpon oleh agen travel perjalanan untuk segera bersiap-siap dalam penjemputan pada jam 04.00 WIB! Jdueerrrr!!! 

Sebelumnya, saya memang sudah memesan penjemputan ini dan penjemputan akan dilaksanakan pada jam 05.00 WIB. Sedangkan penerbangan saya dimajukan menjadi jam 09.40 WIB, dari jam sebelumnya pada 10.40 WIB. Haiiisss.....!!! Serba "kemajuan" niihh, bro..!!

Alhasil saya harus bergegas bangun, mandi pada dini hari (perlu diketahui, saat itu wilayah Malang Raya sedang dingin-dinginnya cuacanya. Sehingga air di kamar mandi serasa dingin seperti air di kulkas! Seruu... mandi pake air sedingin air kulkas... wkwkwk).

Tliiluutt... tliiiluutt....

Tak lama kemudian, handphone saya berbunyi. Dari agen travel ternyata, dapat kabar lagi yang menyebutkan bahwa penjemputan dimajukan lagi pada jam 03.30 WIB. Apaaaa...??? Wkwkwkwkwk..... terusno Joonn.... wkwkwkw....

Sebenarnya persiapan sudah saya lakukan dari kemarin, hanya saja persiapan dari bangun tidur sampe mau berangkat yang agak gopoh-gopoh... wkwkwkw...

Jam 03.30 WIB, saya naik mobil travel yang akan mengantarkan ke Bandara Internasional Juanda dari rumah Malang. Ternyata di dalam mobil sudah ada 1 penumpang yang bertujuan sama dengan saya, hanya beda jadwal jam penerbangan. Saya lebih siang, sedang bapak di depan saya sekitar jam 07.00 WIB. Sehubungan dilewatkan jalur tol Malang hinngga Sidoarjo, waktu tempuh dari Malang hingga Surabaya dapat dipangkas menjadi 1,5 jam saja. Jika lewat jalur normal rata-rata 2-2,5 jam.

Jam 05.00 WIB, saya sudah sampai di tempat duduk depan pintu masuk bandara Juanda. Masih sepi penumpang di area parkiran kendaraan. Begitu pula di sekitaran tempat duduk saya berada, tidak begitu banyak orang yang datang. 

Jam 06.00 WIB, dan mentari sudah menampakkan jati dirinya untuk menerangi semesta alam, suasana sudah mulai ramai. Saya tetap duduk di tempat semula.

Jam 07.00 WIB, saya baru bergegas ke pintu masuk. Sebenarnya jam penerbangan saya masih lama (jam 09.40 WIB), berhubung saya tidak ingin terlewatkan tentang suasana pandemi, lebih baik segera masuk, siapa tahu ada hal-hal/prosedur baru yang harus dilaksanakan oleh calon penumpang. Betul saja, begitu menunjukkan e-tiket, saya dihadapkan pada 4 meja yang didepannya tertutup kaca bening. Saya diminta menunjukkan surat rapid test Covid-19 yang didapat ketika berada di laboratorium Mataram, dan ternyata mendapatkan stempel "Valid" lagi. Dan ada himbauan dari petugas bahwa diminta untuk menginstall aplikasi di handphone berupa aplikasi "eHAC Indonesia". Ternyata aplikasi ini berupa form isian yang mirip dengan isian lembar kuning yang saya terima pada saat berangkat dari BIL. Ouuwww....begitu ternyata...

Kali ini, saya naik pesawat yang berbeda dari pesawat yang saya naiki untuk keperluan pulang. Yaitu pesawat dari maskapai Lion Air, yang menuju Bandara Internasional Lombok. Di ruang tunggu penumpang, sama persis dengan yang ada di BIL, yakni kursi panjang yang ada 5 deret kursi, dibuat selang-seling bertanda silang hitam. Artinya, bagian itu tidak boleh diduduki, untuk menjalankan protokol kesehatan "social distancing". Hmmm.....

Lanjut....

Memasuki pesawat maskapai Lion Air, saya dibuat begitu takjub. Mengapa???

Ukuran kursi yang lebih kecil yang masing-masing deret terdiri dari 3 kursi di sebelah kiri-kanan, ternyata tidak diberlakukan social distancing seperti pada maskapai Citilink. Maksudnya, jika pada pesawat Citilink yang saya naiki sebelumnya dalam 1 deret ada 3 kursi, maka kursi bagian tengah tidak boleh ditempati. Sedangkan pada pesawat Lion Air yang saat itu saya naiki, dalam 1 deret terdiri dari 3 kursi, maka diperbolehkan diduduki semuanya. Wussss..... uhuukk... uhuukkk...

Apalagi saat itu saya sebenarnya dapat nomor kursi sebelah jalan tengah pesawat. Namun nomor kursi saya diduduki seorang tentara, waktu saya tunjukkan tiket saya bersama pramugari, tentara itu tak mau pindah. Yoooh wis laaahhh... karepmu boss. Angeel... angeel. Angeel temen tuturanmu... >.<

Mengalah sajalah... duduk di bagian tengah akhirnya, selama penerbangan ke Bandara Internasional Lombok, Praya, Nusa Tenggara Barat. Untung ukuran body langsing sangat bermanfaat dalam situasi darurat seperti ini. Alhamdulillah... :) . Sekitar 55 menit kemudian, pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan lancar di Bandara Internasional Lombok, siang sekitar jam 11.40 WITA. (aduystic)

#Tulisan ini tidak ada unsur mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Hanya sekedar sharing pengalaman saja...

#DokumentasiFotoPribadi #SemogaPandemiCovid-19SegeraBerlalu