30 June 2010

Keindahan Air Terjun Watu Ondo dalam Belantara Rimba

Catatan perjalanan Air Terjun Watu Ondo [Batu & Pacet], Sabtu, 26 Juni 2010

Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB dari kota Malang, Jawa Timur. Cuaca saat itu tengah dilanda terik mentari yang sangat menyengat kulit. Berbekal kemauan dan keinginan, perjalanan ke arah wilayah Kota Batu segera dilaksanakan. Macetnya jalan raya yang saya lintasi sangat menyita perhatian, apalagi debu-debu yang beterbangan serta asap knalpot kendaraan yang seolah-olah tiada henti menemani saya yang mengendari sepeda motor. Usai melewati berbagai kemacetan yang terjadi, sekitar 30 menit kemudian terasa hawa segar yang mulai terasa dingin sudah mulai menyapa.
Juga pemandangan segar yang nampak di kiri-kanan saya juga mulai memanjakan pandangan akan kepenatan atas rutinitas yang terjadi di aktivitas sehari-hari, terasa mulai berkurang. Perjalanan yang saya tuju masih jauh, yakni Air Terjun Watu Ondo [=> Watu = Batu; Ondo = Tangga. Watu Ondo = Tangga Batu] kurang sekitar setengah jam lagi perjalanan.
Jalanan beraspal mulai beranjak sepi. Artinya saya telah memasuki wilayah luar kota yang mulai jarang terdapat tempat keramaian.
Dinginnya hawa di daerah pedesaan segera menyapa saya ketika sedang melintasi areal persawahan yang kebetulan berada di samping jalan beraspal ini. Aneka serangga dan burung mulai beterbangan dengan berbagai arah dan tujuan. Nun jauh di sana, nampak pemandangan perbukitan yang nampak memberikan nuansa kesejukan alam rimba yang bersahabat.
Perjalanan pun saya dilanjutkan. Menembus jalanan yang berkelak-kelok yang sangat menuntut adrenalin yang kuat, begitu menantang semangat untuk menaklukannya. Sangat indah dan mengasyikkan ketika melakukan manuver belok kiri, belok kanan, menanjak curam, berpapasan dengan dengan kendaraan lain yang berlawanan arah dengan lebar jalan yang relatif sempit ini. Jika tidak berhati-hati bisa terpeleset, karena adanya tanah yang berada di jalanan.
Medan yang berbelok-belok tentunya sangat menyiksa bagi para pengendara yang tidak menyukai medan seperti ini, namun bagi para pengendara yang merasa senang, medan seperti ini justru sangat menyenangkan.
Tak lama kemudian, saya memasuki wilayah perkampungan yang ramai akan rumah-rumah penduduk. Saya melewati jalanan utama perkampungan ini untuk menuju tujuan saya, yakni Air Terjun Watu Ondo. Kemudian saya dihadapkan lagi pada bentangan areal perkebunan yang melintang di kiri-kanan saya. Sempat pula cuaca di situ berubah menjadi sangat mendung. Cahaya sang mentari seakan enggan menampakkan seluruh sinarnya. Saya sempat mengurungkan niat untuk melanjutkan perjalanan, karena cuaca mendung dan hawa dingin yang mulai menusuk badan. Niatan untuk membatalkan menjadi urung terlaksana, karena saya pikir, jarak tempuh tinggal sedikit. Kemudian saya lanjutkan petualangan, dan dihadapkan pada jalanan menurun curam, dan diberi "bonus lagi" berbelok-belok, menjadi jalur saya selanjutnya untuk menuju tempat wisata pemandian air panas Cangar, yang tengah ramai akan para pengunjung. Itu dapat dilihat dari banyaknya berbagai kendaraan roda dua dan empat yang telah parkir di area parkir lokasi wisata tersebut. Namun saya terus melanjutkan perjalanan saya melewati tempat wisata tersebut. Jalan mulai sepi, tak ada kendaraan pun yang tampak, apalagi orang yang sedang berjalan. Benar-benar sepi, seakan berada di wilayah bumi yang lain. Yang terlihat hanyalah aneka pepohonan dan tanaman yang rimbun menyambut saya di pinggir jalan.
Tak lama kemudian nampak jalanan menurun curam dan berbelok tajam, langsung dihadapkan pada 2 jembatan penghubunng yang merupakan batas wilayah Malang dan Pacet [Mojokerto]. Sangat indah suasana di sana. Apalagi di sana kebetulan ada beberapa orang berhenti sejenak untuk menikmati suasana dan mengambil gambar untuk diabadikan dalam bentuk foto. Saya lanjutkan lagi ke jalur utama tersebut sampai menemui jalanan menurun curam lagi, sampai saya menemukan papan petunjuk tentang keberadaan Air Terjun Watu Ondo.
Benar, hanya beberapa langkah saja ada beberapa bangunan dan beberapa sepeda motor parkir di areal wisata ini.
Rp 5000,00 adalah biaya masuk yang harus saya bayarkan kepada petugas yang memakai seragam ala pecinta alam untuk fasilitas memasuki wilayah wisata ini, juga biaya untuk parkir kendaraan plus asuransi jiwa [keseluruhannya terdiri dari 2 tiket yang saya dapat]. Baru saya ketahui, bahwa tempat wisata ini masih satu kawasan dengan Taman Hutan Raya R. Soerjo, yang juga terdapat di dalamnya adalah tempat wisata pemandian air panas Cangar, yang tak jauh dari lokasi air terjun ini.
Jalanan bebatuan yang ditata rapi membuat mata memandang sangat merasa rileks, apalagi suasana hijaunya aneka tanaman yang berada di lingkungan tersebut.
Apalagi, ketika saya melewati selokan/sungai yang relatif kecil [sekitar 1,5 meter] nampak air yang sangat jernih dan dingin, sempat saya abadikan di salah satu gambar yang saya sertakan ini. Gemericik air diantara lebatnya dedaunan yang nampak segar...
Perjalanan pun ditempuh dengan berjalan kaki melewati tangga batu yang telah disusun sedemikian rupa sehingga lebih mempermudah untuk dilewati. Meski lebih mudah untuk dilewati, namun kecuraman dari tangga batu ini membuat kaki mulai pegal-pegal. Namun hal ini setimpal dengan pemandangan dan suasana yang sangat bagus dan sepi. Hanya diwarnai suara air terjun, beragam serangga yang beterbangan, serta aneka tetumbuhan.
Perlahan-lahan saya lewati tangga batu ini yang menjorok curam dan berbelok-belok.
Perbukitan yang nampak tinggi membentang di hadapan saya ketika melihat di seberang ada air terjun yang airnya meluncur deras ke bawah. Setelah perlahan-lahan saya melewati anak-anak tangga batu tersebut, baru saya menyadari bahwa nama air terjun ini dibuat berdasarkan jalanan yang dibuat untuk menuju air terjun ini dibuat dari batu-batu yang disusun sedemikian rupa menyerupai anak tangga agar mudah dilewati para pengunjung.
Sambil melihat-lihat suasana, sempat pula saya abadikan tumbuhan lumut yang tumbuh subur disebelah selokan yang sengaja dibuat untuk membuat aliran air yang [kemungkinan] berasal dari sumber. Sempat saya pegang air itu, ternyata dingin. Beda dengan air yang berada di areal wisata pemandian air panas Cangar, yang terasa panas. Padahal jarak antara Cangar dan Air Terjun Watu Ondo ini relatif dekat. Itu yang menjadi pemikiran saya, yang berarti diantara keduanya terdapat sumber air yang berbeda.
Tak berapa lama kemudian saya lihat berbagai tumbuhan liar yang hidup subur di sekitar jalanan setapak yang relatif mudah dilewati ini. Aneka semak belukar yang berdaun hijau yang mempunyai bunga berwarna putih, semakin menyemarakkan suasana alam yang menyegarkan.Jarak yang saya tempuh dari areal parkir sampai dengan tempat air terjun ini tidak begitu jauh, perkiraan saya sekitar 200 meter-an.
Pemandangan berikutnya adalah ada 2 air terjun yang ada di hadapan saya. Perkiraan saya, air terjun yang utama ini tingginya 100 meter. Kemudian yang kedua, sebenarnya bukan berupa air terjun, melainkan air yang mengalirkeb bawah menuju keluar yang nampak dari dalam tanah. Diantara air terjun utama dan aliran air yang berada di sampingya terdapat semacam tumbuhan lumut yang tumbuh subur, yang mirip dengan backround ala karpet, yang terbuat secara alami. Perpaduan yang menawan diantara pepohonan yang tumbuh nun jauh di atas tebing yang terjal dan awan yang agak mendung. Yang berikutnya adalah yang berada di samping kanan tempat saya berdiri. Air terjun yang tidak begitu besar dibanding yang utama, namun sangat deras aliran airnya. Sangat bagus perpaduan ketiga air yang "jatuh" itu membentuk 1 aliran sungai di bawahnya.
Di bawah sana nampak batu besar yang menjadi titik jatuhnya air terjun yang utama, sehingga nampak air terjun dari atas seolah nampak muncrat ke mana-mana. Air yang dingin dan udara yang dingin serta pemandangan 3 aliran air yang turun bersamaan di lokasi itu membuat pikiran menjadi rileks dan tenang. Sejenak dapat melupakan beban pikiran dari aktivitas sehari-hari.
Sayangnya, di areal tempat wisata ini tidak dijumpai penjual
makanan/minuman. Jadi, diharapkan kalau Anda datang ke tempat ini hendaknya membawa perbekalan sendiri. Juga jangan lupa agar sampahnya dibawa untuk dibuang di tempat sampah yang berada di areal parkir kendaraan. Karena sayang sekali, keindahan alami tempat ini jika ada tumpukan sampah yang berserakan dimana-mana.
Sungguh tidak bisa dikatakan, keindahan pemandangan air terjun ini. Luar biasa. Ternyata, di tempat ini tidak kalah jauh dengan air terjun lainnya yang pernah saya coba datangi sebelumnya. Seperti halnya dengan Coban Rais dan Coban Talun [masuk wilayah Batu], Coban Pelangi dan Coban Jahe [masuk wilayah Tumpang, Kabupaten Malang], yang kesemuanya masih di wilayah Malang Raya. Sudut-sudut keindahan alami dari air terjun ini [yang ternyata tidak banyak diketahui banyak orang] membuat keberadaannya sangat menawan.





Add ImageFoto-foto : Dokumentasi pribadi

23 June 2010

Foto-foto Aremania di Stadion Kanjuruhan [19052010]

Catatan di Stadion Kanjuruhan Malang, Rabu 19 Mei 2010

Inilah beberapa foto Aremania ketika tim "Singo Edan" Arema Indonesia menggelar laga terakhir di stadion kebanggaan, Stadion Kanjuruhan di Kepanjen, Kabupaten Malang. Dalam laga terakhir ini Arema Indonesia menggelar pertandingan melawan tim Bontang FC itu, tim Singo Edan berhasil menumbangkan tamunya dengan skor 3 - 0.
Foto-foto berikut ini tidak ada hubungannya dengan laga kedua kesebelasan, namun saya khususkan kepada para pendukung tim "Singo Edan" Arema Indonesia, Aremania...
Sambil menonton laga di stadion, saya coba memotret beberapa obyek yang terjadi di dalam stadion.























Foto 1 : Aremania, ketika sebelum laga dimulai

Foto 2 : Bendera-bendera Arema / Aremania yang terpasang di pinggir lapangan






















Foto 3 : Maskot tim Arema Indonesia, "Singo Edan"

Foto 4 : Aksi Aremania, nampak kekompakan dan kreatifitas dalam beraksi

Foto 5 : Aksi Aremania, seluruh seisi stadion kompak dalam beraksi
Foto 6 : Yuli Sumpil, sang dirigen suporter ketika beraksi di dalam stadion

Foto 7 : Aksi Aremania, kekompakan, keterpaduan, kebersamaan, dan kreatifitasnya membawa tim Arema Indonesia meraih gelar Indonesia Super League musim kompetisi 2009/2010

Semoga bisa menginspirasi tim-tim dan para suporter di seluruh jagad raya untuk lebih baik lagi...

Salam Satu Jiwa...Arema Indonesia!!

12 June 2010

Festival Malang Kembali 2010 - "Rekonstruksi Budaya Panji"

Catatan peristiwa 20-23 Mei 2010 "Rekonstruksi Budaya Panji". Demikianlah judul tema gelaran agenda tahunan di kota Malang yakni Festival Malang Kembali, atau ada yang menyebut dengan Malang Tempoe Doeloe. Agenda tahunan yang mengetengahkan festival, pameran, bahkan ajang jual-beli benda-benda atau bahkan aneka jajanan/makanan/minuman digelar di sini. Tepatnya yang berada di lokasi Jalan Besar Ijen Malang. Gelaran acara ini merupakan gelaran yang dipersembahkan pemkot beserta berbagai sponsor yang berguna untuk mengenal/mengenang masa-masa kejayaan wilayah Malang Raya di tempo dulu. Persiapan pertama-tama yang dilakukan sebelum acara ini dimulai adalah pemasangan aneka baliho. Yang menggambarkan kejayaan masa lalu dari kebudayaan yang ada di wilayah ini. Seperti yang tertera dalam foto pertama adalah bentuk masa lalu dari Masjid Agung Jami' Malang. Serta pada foto kedua adalah berupa Candi Jolotundo yang terletak di wilayah Pasuruan. Di jaman dahulu, wilayah Pasuruan masuk dalam wilayah Malang. Berikut adalah 2 foto yang menunjukkan ciri khas Malang, yakni berupa topeng. Aneka topeng khas tradisional ini mempunyai berbagai nama dan karakter unik. Dimana ada salah satu tokoh [yang kini sudah tiada] adalah Mbah Karimun. Beliaulah yang menjadi maestro budaya topeng asli Malang. Tak sekedar dibuat sebagai hiasan, namun penggunaan topeng ini juga dipakai menjadi "aksesoris" tambahan ketika menari topeng. Dengan lakon yang dibawakan, tentunya penggunaan topeng dalam menari harus disesuaikan sesuai jenisnya. Beberapa nama topeng tersebut adalah Maheso Suro, Buto Terong/Sandang, Kalla Markomamang, Kall Tekik Sologonjo, Betara Kala, Klono Suwandono, Wadal Werdi, Patih Kaladinemprang. Sampai sebanyak 60 nama dari daftar topeng secara keseluruhan, yang menjadikannya sebuah "tema" untuk gelaran acara tahunan Festival Malang Kembali tahun ini. Selain menampilkan gambar-gambar baliho bertemakan tentang topeng, masih ada beberapa baliho lagi yang menggambarkan potret kejayaan masa lalu di wilayah Malang Raya. Semisal Candi Jotundo yang terletak di wilayah Pasuruan (sekarang), Masjid Agung Jami' Malang di masa lalu, Peristiwa pembumihangusan bangunan balaikota Malang oleh para pejuang sebelum wilayah Malang didatangi oleh pasukan Belanda, dan gambar Presiden Soekarno ketika menyaksikan peresmian kembali tugu di depan balaikota Malang.
Beberapa baliho itu memang sengaja dipasang sebagai background untuk berfoto-foto. Sedang bbeberapa yang lain digunakan sebagai background dari panggung sendratari yang masih belum dibangun.

Selang beberapa hari kemudian, gelaran Festival Malang Kembali yang bertajuk "Rekonstruksi Budaya Panji" resmi dibuka oleh Walikota Malang Peni Suparto. Ada beragam stand yang menyajikan hal-hal berupa makanan/makanan, mainan tempo doeloe, maupun pernaik-pernik aksesoris dijajakan disini. Bahkan adapula gelaran lomba tari, ludruk, aneka nyanyian, dan lain-lain. Suasana pun bertambah seperti nuansa tempo doeloe. Dikarenakan semua lampu jalan di sepanjang Jalan Besar Ijen dimatikan, dan digantikan dengan aneka lampu dari obor, lampu tempel, petromax, dan lain-lain. Semakin menambah suasana masa lalu di arena ini. Juga banyak sekali para pengunjung yang memakai busana tradisional maupun busana penduduk pribumi masa lalu, ataupun berpakaian tentara masa lalu dan tentara Belanda. Sungguh pemandangan yang menggugah selera untuk memandang suasana kembali ke masa silam dari hingar-bingar masa-masa modern masa kini.
Aneka lampu tempel yang dimodifikasi dengan hiasan warna perak dan emas adalah salah satu dari sekian banyak stand yang menyajikan tawaran aksesoris unik yang dijual di arena ini. Juga ada berbagai aksesoris dari batok kelapa yang diubah menjadi sebuah aksesoris cantik untuk dikenakan maupun untuk menjadi barang hiasan di meja tamu, atau bahkan di dinding. Juga ada kesenian musik gelaran irama keroncong yang menyanyikan lagu-lagu keroncong yang terasa unik didengar. Apalagi dimainkan dalam sebuah stand berbentuk rumah yang diterangi dengan sebuah lampu gantung. Benar-benar terkesan menjadi suasana masa silam di malam itu.
Ramainya pengunjung di gelaran acara Festival Malang Kembali ini dimulai ketika sore menjelang, sampai dengan malam. Hingar-bingar para pedagang, pengamen, dan aneka ragam benda-benda tradisional yang dijajakan menjadi barang yang laris-manis. Tidak hanya kalangan dewasa saja yang datang, namun juga banyak kalangan anak-anak sampai usia remaja pun banyak yang hadir disini. Seakan tak mau melewatkan momen spesial tahunan ini. Yang aslinya merupakan acara untuk menyambut ulang tahun Kota Malang yang jatuh di tanggal 1 April. Namun gegap-gempitanya seakan lebih dari yang diduga. Sehingga menjadi agenda tahunan dari pemkot Malang.
Lain halnya ketika di waktu pagi hingga siang hari. Suasana arena Festival Malang Kembali malah jauh dari suasana hingar-bingar keramaian seperti di waktu malam hari. Beberapa kendaraan masih bisa berseliweran menggunakan jalan raya yang masih terbentang. Sedang di pinggir jalan, nampak banyak stand yang tutup. Hanya beberapa saja yang membuka gerainya bagi para pengunjung. Diantaranya adalah stand makanan, aksesoris, dan lain-lain.
Berikut ini adalah beberapa foto yang menggambarkan beberapa benda-benda yang dipajang di beberapa stand ketika pagi hari.















































































foto-foto : dokumentasi pribadi