22 November 2008

Sejenak Menikmati Perjalanan Malang-Banyuwangi-Probolinggo

Probolinggo. Itulah nama salah satu kota yang berada di kawasan timur propinsi Jawa Timur. Sebuah kota yang unik, yang berada di kawasan di sebelah utara daratan propinsi ini. Meski bukan berada "murni" berada di sebelah utara, kota ini terletak di pinggir laut. Sebutan laut adalah kurang tepat, itu sebutan bagi kebanyakan masyarakat yang tinggal di sana, lebih tepatnya ada sebuah selat. Selat Madura namanya. Karena Selat ini membelah antara Pulau Madura dan sebagian kawasan daratan Pulau Jawa. Dari sini bisa ditebak, bahwa daerah2 yang berada di pesisir pantai adalah daerah berhawa panas. Tak terkecuali dengan Probolinggo. WIlayah ini sangatlah panas, menurut saya. (Karena saya berasal dari kawasan yang dikenal dengan julukan kota dingin, Malang). Namun begitu, tak menyurutkan hasrat untuk pergi menuju ke sana. Meski cuma sejenak saja, sebab tatkala berangkat menuju kota berikutnya, yakni kota Banyuwangi, boleh dikatakan tatkala melewati kota Probolinggo ini hanyalah sebuah kota transit belaka. Ada satu hal yang terlupa ketika berangkat dalam perjalanan ini, yakni.....kamera!

Saya benar2 lupa pinjam kamera untuk mengabadikan perjalanan yang cukup melelahkan ini. Sebagian gambar2 yang ada di sini saya ambil dari beberapa situs yang ada di internet. Berawal dari terminal Arjosari di kota dingin Malang, berangkat pukul 08.30 dari terminal bus antar kota, perjalanan ke kota Probolinggo membutuhkan waktu selama kurang lebih 2 jam. Dengan biaya transport waktu itu (18/11/08) Rp 12.000,-. Malang, Singosari, Lawang, Purwodadi, Purwosari, Wonorejo, Kejayan, Warungdowo, Pasuruan, Ngopak, Grati, Nguling, Bayeman, Probolinggo. Itulah jalur yang saya tempuh selama perjalanan ke tujuan kota pertama (Lihat gambar karcis P.O. Ladju). Sehubungan suasana masih pagi hari, jadi lamanya perjalanan tidak membuat suasana menjadi gerah, melainkan menjadi sangat terasa menyenangkan. Bisa melihat suasana kesibukan yang tampak di jendela bus antar kota dalam propinsi yang bertuliskan "LADJU". Dapat kursi urutan ketiga dibelakang kursi sopir, menjadikan saya menikmati perjalanan ini. Pas kebetulan, jumlah penumpangnya pun tidak membludak. Jadi saya dapat duduk dengan nyaman, tanpa berhimpit2an. Orang2 berjualan aneka makanan, minuman, buku, alat tulis di dalam bus yang saya tumpangi ini adalah sebagian dari warna-warni perjalanan saya kali ini. Sebenarnya tidak ada hal yang begitu istimewa ketika melakukan perjalanan menuju tujuan pertama, yakni Probolinggo. Berbagai daerah terlewati dengan suasana pedesaan yang begitu kentara sekali. Sangat berbeda ketika berada di kota Malang. Pepohonan, semak belukar, burung2, nampak sangat "garangnya" menguasai berbagai tempat di sana-sini. Di pinggir jalan, di halaman rumah2 penduduk, dan lain sebagainya. Sebagaimana ciri khas suasana pedesaan, jalanan berdebu adalah hal yang biasa. Ketika ada kendaraan lewat, debu2 beterbangan sampai2 mengganggu penglihatan adalah pemandangan yang biasa. Kendaraan2 ukuran besar adalah kendaraan yang lazim terlihat berseliweran ke arah bagian Pulau Jawa bagian timur ini...

Ada cerita ketika bus yang saya tumpangi memasuki terminal Bayuangga di Probolinggo, bus ini tidak berhenti untuk menurunkan penumpang di dalam terminal. Malahan, malah berjalan terus sampai keluar lagi ke luar terminal. Baru ketika di gerbang keluar depan terminal, bus ini berhenti untuk menunggu bus lain yang akan berangkat menuju ke arah Banyuwangi. Saya dan beberapa penumpang lain yang kebetulan berangkat dengan tujuan arah Banyuwangi menjadi ngedumel dan heran. Kami tidak diperkenankan turun sampai ada bus arah bus ke arah Banyuwangi tiba. Memang benar, selang kira2 5 menit kami menunggu, ada bus yang baru datang yang kemudian akan berangkat menuju ke arah Banyuwangi. Saya dan beberapa penumpang lain segera turun dari bus Ladju ini dan berlarian menuju ke bus Sabar Indah yang sedang berhenti di depan terminal Bayuangga Probolinggo. Huhh......payah!!!

Memasuki bus Sabar Indah, ternyata para penumpangnya diharapkan benar2 "sabar". Dengan kondisi bus yang sebenarnya masih cukup layak pakai, namun penuhnya penumpang sempat membuat saya ekstra waspada. Karena berbagai pemberitaan yang gencar di media massa memberitakan tentang berbagai ragam tindak kejahatan tatkala bus penuh sesak dengan penumpang. Sebelah saya, seorang ibu (yang kebetulan satu bus juga dengan saya di bus sebelumnya) berkeluh kesah tentang fasilitas dan berbagai macam hal2 yang kurang berkenan di bus Sabar Indah indah ini. Dia berkata kalau biaya tarif Probolinggo-Jember yang seharusnya 13 ribu, kini menjadi 15 ribu.

"Mending pake bus Patas kalo begini. Udah nyaman, ga ada para penjual macem2,nggak penuh sesak,...tarifnya pun sama!!! , katanya.

Yah..karena penuh sesak, dan saya juga terburu waktu, saya dengan amat terpaksa naik bus ini juga dengan tarif lima belas ribu rupiah....

Dari daftar daerah2 yang tertera di karcis, sebenarnya Probolinggo-Jember tidak begitu banyak melewati daerah yang dilaluinya. Mulai Probolinggo, Wonorejo, Jatiroto, Tanggul, Jember. Namun perjalanan yang saya tempuh ternyata cukup lama, sekitar 4 jam! Hal yang cukup menyita perhatian adalah ketika kondisi bus penuh dengan penumpang. Beragam profesi dan aroma berbaur menjadi dalam kotak berjalan ini. Ada orang kantoran, anak sekolah, penjual makanan/minuman, dan lain-lain. Hal yang dapat dimaklumi, karena angkutan massal ini memang berfungsi untuk mengantarkan orang2 dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Pemandangan2 yang tampak adalah suasana pedesaan yang sangat kental sekali. Tak tampak bangunan semacam mall, plaza, ataupun yang sejenis yang terlihat di kiri-kanan bus selama perjalanan...

Selang empat jam perjalanan, saya sampai di terminal Talang Alun Jember. Terminal yang tampak kecil dan pas kebetulan sepi. Jadi terkesan terminal ini seperti "terminal transit". Ada beragam bus dan angkutan sejenis mikrolet berwarna kuning yang mempunyai jalur2 trayek tertentu di wilayah Jember. Hanya ada 1 bus yang akan berangkat menuju ke arah Banyuwangi. Itu terlihat ketika bus itu sedang berhenti di bawah tulisan "Banyuwangi". Saya segera naik ke dalam bus dan memilih tempat tepat urutan ketiga di belakang kursi sopir sebelah jendela. Tempat yang nyaman. Saya menunggu sekitar setengah jam dalam "kotak besar beroda empat" ini. karena bus ini sedang menunggu penumpang yang juga akan menuju ke arah Banyuwangi. Empat jam adalah perkiraan waktu perjalanan lancar dari Jember menuju kota berjuluk "Kota Osing". Berangkat dari terminal ini sekitar pukul 13.45 WIB. Semula, di perjalanan nampak pemandangan bangunan rumah, toko, dan lain2nya. Sekitar 1 jam kemudian, bus yang saya masuki telah membelah semacam hutan belantara. Dimana kiri dan kanan adalah banyak ditumbuhi aneka tetumbuhan, pepohonan, semak belukar. Tanpa ada bangunan sekalipun! Kemudian selang beberapa waktu kemudian, cuaca berubah menjadi hujan deras. Jendela2 di bus mulai ditutup oleh kondektur bus. Beberapa lainnya ditutup oleh penumpang yang dekat dengan jendela tersebut. Jalan berkelok2 mirip jalanan menuju ke arah Payung di Batu, Malang. Dengan diwarnai di sebelah kiri adalah seperti gunung, sebelah kanan jurang. Bus melaju cukup kencang, terkadang beriringan dengan para kendaraan lainnya semacam truk, dan mobil2 pribadi. Perjalanan menjadi cukup menaikkan tensi para penumpang. Disini kami seperti merasakan kesendirian. "Tidak ada apa2" di luar sana selain anek tumbuhan yang hidup subur. Yang biasanya tampak akrab di penglihatan adalah seperti warung2 makanan, tambal ban, dan lain2 tidak nampak terlihat sama sekali di sini. Hujan deras membuat suasana nampak dingin dan agak mencekam, karena waktu sudah menunjukkan sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB Pukul 17.15 WIB, memasuki wilayah kota Banyuwangi. Kota Osing, demikianlah sebutan para pengamen di dalam bus tatkala sedang "berpromosi" tentang kota ini. Saya pun disambut hujan deras ketika sampai tempat tujuan akhir saya, meski sempat kebablasan, karena sang sopirnya salah menerjemahkan arah maksud tujuan pemberhentian saya. Maklum, saya tidak turun di terminal Banyuwangi, namun di daerah sebelumnya terminal....
===================================
Banyuwangi. Kota yang nampak sepi dan berbeda sekali dengan Malang. Yang pagi hari, kepadatan jalan raya sangat ramai sekali. Sampai memacetkan hampir seluruh jalur transportasi. Di sini, suasana sangat sepi. Jalanan memang lebar, namun kendaraan yang lalu-lalang tidak sebanyak di kota Malang. Pagi itu, sekitar pukul 09.30 berangkat menuju ke terminal Ketapang dengan naik angkot berwarna kuning dengan ongkos Rp 6.000,-. LIN (sebutan angkotan kota mikrolet) berwarna kuning menuju terminal Ketapang. Sambil menunggu bus yang akan saya tumpangi berangkat saya sempatkan melihat ke seberang terminal untuk melihat pelabuhan Ketapang. Disinilah pelabuhan paling timur pulau Jawa berada. Hanya saja, saya tidak melakukan perjalanan menuju ke arah Bali. Jadi hanya memandang, di pinggir pantai terlihat sangat jelas pulau Bali berada. Saya tunggu kira2 hampir sejam menunggu bus datang dan akan berangkat menuju arah Probolinggo. Kali ini bus yang saya tumpangi adalah bus "Akas Asri". Dengan ongkos dua puluh lima ribu rupiah, bus inilah yang akan membawa saya dari terminal Ketapang (Banyuwangi) menuju Kraksaan (Probolinggo). Perkiraan waktu tempuh adalah sekitar lima jam.
Selama perjalanan kali ini, saya duduk di tempat keempat di belakang sopir. Jadi, saya bebas melihat pemandangan di sebelah kanan bus. Selama mulai berangkat dari terminal, nampak pantai Selat Bali yang biru. Selang beberapa menit kemudian, pusat penglihatan saya melihat sesuatu yang menarik berukuran sangat besar. Yup, betul! Patung Penari Gandrung. Inilah gambar patung Penari Gandrung yang terletak di pinggir jalan (dan juga di pinggir pantai di Banyuwangi). Patung ini ini tingginya kira2 lima belas meter berdiri kokoh dan anggun menghadap utara (kalau tidak salah).

Selama perjalanan berikutnya, pemandangan kebanyakan yang terlihat adalah berupa perbukitan di sebelah kanan dengan dihiasi aneka pepohonan dan semak belukar. Jalur2 yang sempat terlewati dalam bus yang membawa saya ini adalah Taman Nasional Baluran, Pantai Wisata Pasir Putih Situbondo, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton adalah tempat2 yang sangat terkenal. Apalagi ketika memasuki wilayah Taman Nasional Baluran teramat sangat terpencil sekali tempat ini. Tidak banyak orang2 jualan di sana.
Setelahnya, hanya saya hanya memandangi aneka tetumbuhan hijau di luar sana....
Tidak jauh berbeda dengan bus2 yang saya tumpangi sebelumya, para penjual makanan/minuman juga berkeliling untuk menawarkan aneka jualannya.


Hmm...cukup melelahkan juga perjalanan kali ini, namun juga cukup memberi pandangan ke suasana baru dari kepenatan rutinitas sehari2. Setidaknya, bisa memberikan gambaran dan perjalanan yang telah saya alami kemarin.....

Sumber foto patung penari gandrung :
flickr.com/photos/salsabeela/244388365/

3 comments:

Anonymous said...

Laporan perjalanan yang cukup kuuumplit!! Hehhe... Ndak onok fotone, tapi penuh dengan tiket, jadi pembacanya benar2 yakin kalo memang naik bis (haiyaah... masio gak dikasih gambar tiket yo tak woco koq, Sam, hahaha...).
Wis gitu aja. Salam kenal!!!

Anonymous said...

matur nuwun boss!! salam kenal balik...

Unknown said...

Mas.. bis ke probolinggo itu lewat depannya pltu paiton ga?