12 September 2012

Sepenggal Cerita dari Gili Air dan Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat

Catatan perjalanan, Minggu 09092012
Cuaca cerah mengiringi suasana hari Minggu pagi pukul 08.00 WITA di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Saat itu suasana kehidupan kota belum begitu ramai. Hanya di beberapa wilayah saja yang sangat ramai orang yang berhilir-mudik, seperti di kawasan olahraga dan pasar tradisional. Pagi itu kami berlima mempunyai ide akan berangkat untuk rekreasi sejenak dari rutinitas sehari-hari ke Gili Air dan Gili Meno. Dua Gili ini [=Gili dalam bahasa Sasak berarti Pulau] adalah 2 diantara sekian gili yang bertebaran di sekitar Pulau Lombok. Gili yang terkenal sampai mancanegara adalah Gili Trawangan.
Mengendarai mobil keluaran produk Jepang kami, beranjak berangkat sekitar pukul 08.30 WITA. Dengan kecepatan sedang, kami melewati wilayah-wilayah perdagangan di kawasan Gunungsari. Sangat ramai orang-orang saat itu yang sedang melakukan transaksi aneka perdagangan. Sempat kami berhenti sejenak di sini untuk membeli nasi bungkus,sebagai bekal untuk sarapan. Maklum saja,kami berangkat dalam kondisi perut kosong untuk mengambil momen nuansa pagi dan ketika saat pulang nanti biar tidak terlalu sore atau bahkan masuk malam.
Usai membeli nasi bungkus,kami melanjutkan perjalanan lagi menuju pelabuhan Bangsal. Melewati jalanan beraspal halus di kawasan yang kiri-kanannya areal persawahan, ditemani pemandangan indah di kejauhan, yaitu aneka perbukitan hijau yang gagah menjulang tinggi. Menambah suasana keasrian suasana alami pemandangan yang kami lihat.
20 menit kemudian sampailah di perempatan jalan menuju arah pelabuhan Bangsal. Sesuai kami tebak, kira-kira 100 meter sebelum masuk area parkir pelabuhan, jalan yang kami tempuh dihadang penghalang agar berbelok ke arah kanan,supaya kendaraan kami parkir di tempat yang telah disediakan. Kemudian kami mengikuti arahan petunjuk dari petugas Dinas Perhubungan itu. Area parkiran yang diisi kendaraan bermotor dan cidomo tampak berjajar di tempat ini. Tak lama kemudian, datanglah petugas Dinas Perhubungan itu ke mobil kami dan mengatakan agar memarkirkan kendaraan disini dan melanjutkan ke pelabuhan dengan naik cidomo (kendaraan tradisional khas Pulau Lombok mirip dokar yang ditarik seekor kuda ,tetapi rodanya dari ban mobil) dengan tarif Rp 25.000,- (untuk 5 orang).
Jika tetap ingin ke parkir mobil di pelataran pelabuhan Bangsal, kami tetap disuruh membayar Rp 25.000,- (untuk 5 orang),sebagai pengganti biaya naik cidomo (padahal kami tidak mau naik cidomo).
Apaaa?? Rp 25.000 hanya untuk 100 meter aja??
Kami tidak bisa protes, karena orang yang mendatangi kami adalah orang dari Dinas Perhubungan sendiri.
Itupun sang petugas agak setengah memaksa kami untuk menaiki cidomo. Kebijakan parkir yang agak janggal menurut saya. Pengunjung "dipaksa" parkir di tempat yang disediakan, dan diminta untuk naik cidomo dengan tarif Rp 5000,-/orang, dengan jarak tempuh "hanya" sekitar 100 meter saja. Huuuhh...somprett!!!
Mau tidak mau akhirnya kami membayar tarif naik cidomo seharga Rp 25.000,-. Dengan menunjukkan karcis cidomo tadi dan ditunjukkan ke petugas yang ada pos area parkir, kami  melanjutkan perjalanan menuju areal parkir di pelabuhan.
Tujuan pertama adalah loket untuk membeli tiket naik perahu menuju Gili Air seharga Rp 8000,- per orang. Sehubungan tidak begitu banyaknya pengunjung yang datang ke Gili Air, maka kami menunggu cukup lama di sini sampai jumlah muatan/penumpang penuh,barulah naik ke perahu.

Gili Air (Gili Ayer)

Cuaca cukup cerah ditemani sinar mentari yang agak terik menemani kami berlayar menuju Gili Air. Gelombang air laut yang cukup tenang memberikan suasana bersahabat ketika saat perahu bergerak meninggalkan pelabuhan. Kebetulan saat itu ada banyak muatan pedagang,semisal mie instan, krupuk, aneka sayuran, dan lain-lain. Jadi cukup seru penampilan di dalam perahu, kayak toko sayuran di pasar..:)
Sekitar 25 menit perjalanan melintas laut dengan kondisi ombak yang relatif tenang, akhirnya perahu kami sampai di pelabuhan Gili Air.
Wuaaaahhhhh...lega rasanya..sampai juga akhirnya untuk pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini. Namun suasana yang ada disini agak sepi. Nampak tidak begitu banyak turis mancanegara dan bangunan. Yang tampak adalah semacam rumah-rumah penduduk yang difungsikan sebagai tempat dagangan atau dipakai sebagai penginapan. Terlihat satu-dua bangunan yang difungsikan untuk resort.
Hal pertama yang kami lakukan disini adalah duduk di tepi pantai dan sarapan pagi dengan bekal yang telah kami bawa sebelumnya ketika berangkat. Sungguh pengalaman menarik, makan di tepi pantai sambil lihat pemandangan turis mancanegara yang berjalan, melihat perahu, dan pemandangan pulau yang masih cukup bersih ini. Malah kami sempat berfoto dengan 2 orang turis mancanegara dan sempat senang ketika saya berfoto sambil membawa syal tim sepakbola favorit kota saya, Arema Indonesia.
Usai sarapan, kami sempat berjalan melintas menyusuri jalan utama di kawasan ini, namun tidak ada pemandangan yang cukup baik untuk dipandang, selain aneka tetumbuhan dan semak-semak.
Ada satu papan petunjuk yang sempat menarik perhatian kami. Di sana ditampilkan 3 buah pulau dan di salah satu pulau (bahasa Sasaknya pulau adalah "Gili") diberikan tanda panah tempat keberadaan kami. Yang ternyata bernama Gili Ayer. Bukan  Gili Air, seperti yang sering kami dengar di kawasan ini. Namun tempat ini lebih dikenal dengan sebutan Gili Air.
Tak banyak fasilitas dan pemandangan yang dilihat di Gili Air ini memunculkan niatan kami untuk segera meninggalkan pulau ini untuk menuju ke Gili Trawangan yang ramai pengunjung.
Sejatinya di Gili Air ini tidak begitu sepi-sepi amat. Saat kami tiba disini dan sarapan disini, tampak ada serombongan turis mancanegara yang berhilir-mudik dan menunggu jemputan perahu yang akan tiba di dekat dermaga Selamat Datang/Selamat Jalan.
Usai menyepakati mau ke Gili Trawangan (dan tidak jadi ke Gili Meno,seperti rencana semula) akhirnya kami pergi ke loket untuk membeli tiket naik perahu menuju ke Gili Trawangan. Dan jawaban yang tidak kami duga dari pihak penjual tiket adalah,
"Jika mau ke Gili Trawangan naik perahu publik,silahkan ditunggu sampai jam 15.00. Karena jam segitulah perahu dari Gili Air akan berlayar menuju ke sana. Jika tidak mau menunggu, bisa mencarter perahu yang saat itu juga bisa berangkat menuju ke Gili Trawangan dengan biaya Rp 250.000,-"
Apaaa??? Menunggu perahu publik sampai jam 15.00??? Tanpa ada sesuatu yang dikerjakan/dipandang??  Wuuuiiihh....

 Akhirnya kami berlima sepakat akan mencarter perahu menuju Gili Trawangan, saat itu juga. Jadilah, akhirnya kami mencarter perahu tersebut.
Hmmm....terasa istimewa. Perahu berkapasitas 30-35 orang hanya diisi 5 orang penumpang dan 2 orang kru perahu. Oke daah...kita berangkat berlayar menuju Gili Trawangan dengan 7 orang di perahu ini.
5 menit kami berlayar kami baru merasa bahwa gelombang laut terasa agak besar.Perahu mulai terombang-ambing.Mulai bergerak naik-turun, terombang-ambing ke kiri-kanan ga karuan. Ombak besar mulai menerjang tak henti-henti. Kru mesin di bagian duduk di bagian belakang, beberapa kali mematikan mesin perahu. Kru penunjuk jalan di buritan depan tak kalah sigapnya mencari sela-sela diantara riak gelombang yang semakin membesar. Perahu menjadi miring ke kiri-kanan dan ke depan-belakang setinggi 45 derajat, atau bahkan bisa jadi lebih dari itu!!
Percikan air laut yang terasa asin menjadi hal yang biasa dialami saat itu. Alhasil, mengenakan kacamata pada kondisi demikian adalah cara terbaik agar mata tidak kemasukan air laut. Kami bahkan tidak kepikiran untuk mengabadikan situasi ini dengan jepretan kamera foto ataupun kamera hape yang kami bawa. Masing-masing merasa takut, genting, grogi, saat hal perahu dalam kondisi miring.
Kedua kru  dengan tenangnya mengendalikan perahu dengan tenangnya. Sedangkan penumpang yang ada, yakni kami berlima, sangat deg-degan dengan kondisi seperti ini. Berpegangan pada tepian perahu ataupun tiang penutup perahu adalah jadi cara terbaik. Hempasan ombak yang tiada henti selama kurang lebih 30 menit sangat sangat membuat kami sport jantung. Tidak jarang kami berteriak-teriak karena kaget terkena hempasan ombak yang menerjang perahu. Ada teriakan dari salah satu kawan yang membuat kami tersenyum, meskipun kami dalam kondisi takut seperti itu :
"Kalem-kalem ae pakdeeee.....penumpang sing ndik mburi durung rabiiiii...."
(="Pelan-pelan saja pakdeeee.....penumpang yang di belakang belum menikaaaaaahhhh.....")
Memang, kami semua sebelumnya diminta kru untuk duduk di bagian belakang perahu untuk keseimbangan laju perahu. So, kami yang mendengar teriakan itu malah ketawa....hahahahahaaa...

Kedua kru perahu mungkin cuma tersenyum simpul ketika kami berteriak-teriak seperti itu. Dan kata mereka, "Ombak yang seperti ini termasuk ombak kecil mas... belum ada cerita perahu tenggelam di kawasan Gili ini..."
Ombak kecil??? Wuaaaahhh....ombak kecil ini membuat kami sport jantung ga karuan, lhaaa bagaimana kalau ada ombak besar???
Waktu sekitar tiga puluh menit telah berlalu, kami telah melewati 2 sela-sela perairan yang memisahkan Gili Air dan Gili Meno dan perairan antara Gili Meno dan Gili Trawangan. Legaaa...akhirnya, kami sampai juga di Gili Trawangan dengan selamat..

Gili Trawangan

Di Gili Trawangan ini kami tiba pukul 11.35 WITA, dan kami sepakat untuk memakai jasa kru perahu ini lagi saat kami pulang sekitar jam 14.00 WITA. Jadi, kami punya waktu sekitar 2 jam untuk jelajah Gili Trawangan yang kebetulan sedang ramai didatangi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Jalan-jalan adalah hal pertama yang kami lakukan disini, sambil melihat aneka pemandangan yang ada. Kami berjalan ke arah kanan seketika kami tiba di pelabuhan. Berjalan lurus terus, akhirnya kami melihat kawasan Taman Konservasi Penyu. Tempatnya seperti pendopo berukuran sekitar 20 m x 15 m. Terletak di tepi pantai Gili Trawangan. Ada 3 kolam yang berisikan penyu-penyu mungil di sana. Mungkin dibedakan berdasarkan usia masing-masing penyu. Karena di salah satu kolam kaca tersebut berisikan penyu berukuran lebih besar di banding penyu-penyu di kedua kolam sebelumnya. Tidak begitu banyak penyu di dalam satu kolam kaca tersebut. Kira-kira satu kolam kaca berukuran 8 m x 5 m tersebut berisikan masing-masing 30-an ekor penyu dengan diberikan air setinggi 15 cm dari dasar kolam kaca. Terlihat unik melihat banyak penyu mungil berenang disini. Namun disini ada papan pengumuman yang tidak membolehkan pengunjung untuk memberi makan ataupun memegang penyu-penyu tersebut. Jadi saya cuma memotretnya saja dari jarak dekat. Maklum...pake kamera hape...masih belum punya kamera foto sesungguhnya...:) Yang penting ada dokumentasinya.

Tak lama kemudian kami beranjak dari tempat konservasi penyu menuju salah satu kerabat salah satu dari kami. Yang jaraknya tak begitu jauh meskipun berjalan kaki, kira-kira 100 meter dari tempat kami berada ini tadi. Kami disambut seorang lelaki berperawakan sedang dan  ramah di depan sebuah gang, dan mengajaknya untuk sejenak beristirahat di penginapan miliknya. Wuaaaahhh..lega...bisa istirahat sejenak. Terutama lega untuk melepas penat dan rasa takut setelah melewati gelombang besar di perairan yang baru saja kami hadapi tadi. :)

Untuk mengisi waktu, dua diantara kami berjalan-jalan kembali ke arah tempat konservasi penyu, yang kebetulan juga untuk menemui salah satu kerabatnya yang sedang berkunjung di Gili Trawangan. Sedangkan kami bertiga (yang salah satunya kerabat pemilik penginapan ini) ikut ke bagian belakang bangunan, untuk ditunjukkan penginapannya yang lain. Beliau menawarkan kepada kami untuk beristirahat di situ, mumpung ada 2 kamar yang kosong. Kami ikuti untuk menuju tempat yang ditunjuk dengan berjalan kaki kira-kira sejauh 200 meter ke arah belakang dari bangunan penginapan yang ada di bagian depan. Dan ternyata adalah sebuah penginapan yang cukup tenang. Tak terdengar hiruk-pikuk lalu-lalang orang. Nama penginapan ini adalah Lumbung Sunrise. Ada 5 bangunan rumah. Ada yang 2 lantai ada yang 1 lantai, cukup menarik. Akhirnya kami beristirahat disini (tanpa tidur) di tempat ini sampai pukul 14.15 WITA, dimana perahu yang kami sewa tadi telah menunggu di tepi pantai.

Menempuh Gelombang Besar (lagi)

Kali ini kami berlima kembali naik perahu yang sama untuk kembali ke Pelabuhan Bangsal di Pulau Lombok. Dan tidak hanya berlima, namun sudah ada yang ikut juga 10 orang. Yang 5 orang adalah kawan kru perahu, sedangkan yang 5 lagi adalah seorang famili dari kami berlima dan kawan-kawannya.
Perahu bergerak perlahan meninggalkan Pelabuhan Gili Trawangan sekitar pukul 14.35 WITA. Perlahan namun pasti, bergerak ke arah tengah perairan. Masih tidak jauh dari pelabuhan, perahu yang kami naiki mulai terasa dipermainkan ombak. Kami, para penumpang diminta untuk duduk di bagian belakang perahu. Kru pertama, masih tetap di bagian pengendalian mesin di belakang buritan belakang. Sedang kru yang satu berada di buritan depan untuk melihat kondisi ombak sekaligus mencari jalur berlayar.
Sesuai perkiraan, saat di tengah-tengah perairan perahu kami mulai dihempas gelombang besar. Perahu oleng ke kiri-kanan, naik-turun bagian depan-belakang perahu. Sehingga spontan membuat kami berteriak-teriak. Apalagi penumpang perempuan, adalah yang paling lantang berteriak saat kondisi perahu miring ke kanan, seakan mau terbalik (alhamdulillah...nggak jadi). Bolak-balik, kru mesin mematikan mesin perahu, agar laju perahu tetap tenang ketika dipermainkan ombak.
Kami merasa, "permainan" dari ombak terhadap perahu yang kami naiki kali ini lebih besar dari ketika kami berlayar dari Gili Air ke Gili Trawangan. Angin besar, gelombang menerjang, perahu oleng ke segala arah, serasa membuat adrenalin kami naik drastis. Wuiiiiihhhh......setengah takut, setengah seru, setengah asyik, bercampur menjadi satu. . Splassssshhhh.....cipratan air laut membasahi wajah kami tak henti-henti. Luar biasa pengalaman kali ini...perahu oleng lagi ke kiri, ke kanan...benar-benar menantang..
Perjalanan normal jika ombak tenang dari Gili Trawangan ke Pelabuhan Bangsal adalah sekitar 30 menit. Kali ini perahu harus memutar mengikuti arus ombak yang cukup besar, sehingga membutuhkan waktu sampai sekitar 50 menit. Dan benar, sekitar waktu tempuh itulah akhirnya kami berhasil melewati hempasan ombak di perairan Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air. Legaaa rasanyaa.....bisa menginjakkan kaki lagi di tepi pantai..


Usai tiba di pelabuhan Bangsal, kami segera ambil kendaraan kami dan beringsut kembali pulang. Namun tidak melewati jalur keberangkatan kami tadi pagi. Tapi mengambil jalur pinggir pantai, sekaligus mencari suasana pemandangan. Pantai Nipah, Pantai Malimbu, Pantai Krandangan, Pantai Watu Bolong, Pantai Batu Layar adalah sebagian pantai-pantai yang telah kami lewati. Hanya di dekat Pantai Malimbu dan Pantai Nipah, kami berhenti untuk mengabadikan pemandangan yang sangat bagus. Latar belakang pegunungan hijau nan asri dipadu dengan pemandangan perairan biru dan langit biru...perpaduan yang menarik untuk sekedar melepas penat dari rutinitas kehidupan sehari-hari.
Kira-kira 20 menit kemudian, kami akhirnya melajukan kendaraan untuk balik lagi ke arah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat untuk pulang di tempat tinggal masing-masing. Dan suatu saat, jika memang ada waktu dan kesempatan lagi, mungkin tempat lain yang menarik juga akan kami jelajahi dan datangi lagi....semoga...
[aduystic]